MENGGAGAS KEPEMIMPINAN ALTERNATIF


Terpuruknya bangsa ini tidak terjadi begitu saja. Melainkan peran pemimpin yang tak mampu mendorong perubahan. Olehnya itu dibutuhkan pemimpin yang mampu membawa bangsa ini menjadi lebih baik.

Menjelang pemilihan presiden 2009 mendatang, wacana mengenai kepemimpinan alternatif terus mengemuka pada setiap dialog ataupun forum yang membahas tentang keindonesian. Hal ini tiba-tiba menjadi menjadi bagian terpenting dalam sendi kehidupan berbangsa. Pasalnya bangsa ini tetap saja mengalami krisis sejak kemerdekaan dikumandangkan oleh Ir Soekarno-Hatta 60 tahun silam. Tak ada perubahan mendasar ataupun loncatan perubahan yang progresif bagi bangsa ini. Semua bahasa tentang perubahan hanya kumpulan kata-kata yang utopis. Bangsa ini tetap saja jalan di tempat.
Jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya saja Jepang, ataupun Malaysia, Indonesia sudah ketiggalan jauh. Padahal masih lekat dalam benak kita saat kemerdekaan dikumandangkan, bangsa Jepang dibumihanguskan oleh Amerika. Lalu bagaimana dengan Malaysia, tahun 70-an, tenaga pengajar di negeri ini dikontak untuk mengajar di negeri melayu tersebut. Namun, saat ini kemajuan cukup terlihat di negeri tersebut. Sedangkan Indonesia sebagai salah satu negeri yang memiliki sumber daya alam terbesar di dunia belum beranjak dari krisis.
Indonesia hari ini adalah bangsa yang mengalami krisis kepemimpinan, krisis ekonomi, krisis kemanusiaan, kemiskinan, kebodohan, korupsi merajalela, dan terancam terpecah akitbat disintegrasi bangsa. Wajah bangsa ini jelas bukan hal yang begitu saja terjadi, melainkan pemimpin yang mengelola bangsa ini belum mampu membawa perubahan dan membuat bangsa ini lebih bermartabat merujuk pada hasil indeks pembangungan manusia yang menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari dari 175 negara di dunia dan berada pada posisi 6 untuk negara ASEAN. Lebih rendah dari Singapura, Brunei Darussalam, diikuti Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia, Kamboja, Myanmar, serta Laos.
Jika menjadikan standar IPM untuk mengukur kemiskinan, maka masyarakat bangsa kita adalah orang-orang yang miskin akibat krisis ekonomi yang tak pernah berhenti. Mahalnya harga kebutuhan pokok dan seringnya harga BBM dinaikkan membuat daya beli masyarakat berkurang. Sementara pemerintah tidak pernah mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Bagaimana dengan pendidikan, Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Yang jelas, education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).
Demikianlah artikulasi negara ini. Tak ada perubahan yang betul-betul mampu membawa bangsa ini menjadi negara yang bermartabat. Makanya bagi sebagian orang, kepemimpinan alternatif perlu didorong. Setidaknya ada oase yang menyejukkan di tengan gersangnya kepemimpinan bangsa. “ Yang ada saat ini merupakan tokoh lama yang sudah jelas kegagalannya,misalnya saja SBY-JK, Megawati, Gusdur dan lain-lain,” ujar Wildan. Menurut Ketua KAMMI Daerah Garut ini, mestinya ada regenerasi kepemimpinan. Utamanya keberanian menyerahkan tongkat estafet kepada politisi muda. Hal ini menjadi penting karena kaum muda itu punya semangat untuk berubah, progresif, relatif berani melakukan terobosan baru, dan tidak memiliki kesalahan ataupun dosa masa lalu. Termasuk utang budi masa lalu, tidak terlibat korupsi, dan kasus pelanggaran Hak asasi manusia. Sedangkan mereka yang sudah tua, sudah menunjukkan ke publik cara ataupun model kepemimpinannya. Namun tetap saja mengalami kegagalan. Lalu kepemimpinan yang bagaimana yang dibutuhkan?. Salah satu solusinya adalah menggagas kepemimpinan kaum muda. Nelson mandela jadi tokoh sejak dari muda, Soekarno, Hatta, Syahrir, Evo Morales, Barack Obama dan tokoh perubah lainnya memulai medorong perubahan sejak usia muda. “ Makanya kita mendorong agar anak muda diberi kesempatan, sebab mereka punya karakter yang progresif, apalagi saat ini trend kepemimpinan muda,” tambahnya. Mungkinkah pemimpin alternatif itu adalah kaum muda. “Mereka bisa menterjemahkan visi pribadi dan visi organisasi menjadi sesuatu yang nyata,” Ujar Aryanto Abidin, Wapres BEM Unhas. Lebih lanjut ia mengungkapkna pemimpin itu mestinya mampu melakukan transaksi sosial politik dengan rakyatnya. Inilah yang dikenal dengan kontrak politik. Dan hanya anak muda yang mampu menerjemahkan hal tersebut.

(Mao)

0 comments:

Post a Comment

ISI APA ADANYA

 

© Copyright berandamao . All Rights Reserved.

Powered By Blogger Thanks to Blogger Templates | punta cana dominican republic