SUATU PAGI DI TAMALANREA : BAPAK TUA TERKAPAR TAK BERDAYA

Pagi tadi saat hendak berangkat ke wilayah abdullah daeng sirua, di bilangan jalan perintis kemerdekaan tepat di depan pintu satu Unhas saya mendapati tubuh seseorang terkapar tak berdaya. Dari jarak 10 meter saya memandangi sosok yang memakai jaket abu-abu dan celana biru itu tanpa kata-kata. Batin saya bertanya aa gerangan yang menimpa orang itu?. Setiap orang yang lewat sepertinya tak peduli pada sosok itu. Mungkinkah itu mayat, orang mabuk yang tak sadarkan diri, atau orang yang dipukul/dikeroyok semalam tadi. Entahlah, tapi yang pasti sedikitpun sosok itu tak bergerak.
Jalan perintis kemerdekaan sudah ramai dengan kendaraan, aktivitas di daerah dekat kampus Unhas itu memang padat. Selain pertokoan yang mulai terbuka. Penyedia jasa ketik skripsi juga sudah mulai beraktivitas sejak subuh hari. Di pinggir jalan, beberapa mahasiswa, pegawai yang hendak ke kampus mulai gusar menunggu pete-pete 08 yang biasa beroperasi. Pasalnya pagi itu hujan rintik-rintik mulai mengguyur wilayah tamalanrea. Sementara tidak ada tempat berteduh yang lazimnya ada di pinggir jalan.
Saya masih berdiri terpaku memandangi sosok tak berdaya tersebut. Mencoba mengamati setiap orang yang lewat, tak ada yang peduli pada sosok itu. Semuanya nampak sibuk dan seolah-olah tak mau melihat orang yang terkapar itu. Batinku teriris mengamati situasi pagi itu. Namun saya mecoba berfikir positif. Mengingat bahwa jangan gegabah menyentuh seseorang korban. Pasalnya, bisa saja kita yang dijadikan tersangka jika salah-salah menyentuh korban.
Setelah saya dekati. Rupanya sosok yang tak berdaya itu orang tua yang umurnya kira-kira 50 tahun. Lalat nampak menari-nari di atas tubuh tua itu. Ketika saya mendekati, jidat bapak itu nampak merah. Mukanya lebam. Mungkin saja ia pingsan karena terjatuh dari bangku. Pasalnya di dekat bapak itu terdapat bangku yang sudah terbalik posisinya. Tak lama kemudian, seorang ibu yang akan mengantar anaknya ke sekolah nampak meletakkan dua buah roti dan satu kotak susu di depan bapak itu. Saya menangkap sebuah kepedulian yang cukup tinggi. Lagi-lagi naluri seorang ibu yang tak pernah habis enegi positifnya selalu terpancar dengan baik.
Ingatan saya juga terbang ke masa lalu.Terbaring di pinggir jalan seperti bapak itu jug pernah saya alami di depan PLTU Tello. Saat masih sekolah di SLTP 8 Makassar dulu. Ketika pulang sekolah karena alasan sakit. Tiba-tiba pandangan saya kabur dan saya tak sadarkan diri alias pingsan. Saat sadarkan diri, seorang nenek tua marah-marah karena tak ada yang peduli terhadap tubuh kecil saya. Ia membantu saya berdiri dan mencarikan pete-pete ke rumah. Pasalnya, saat itu tak ada taksi yang mau berhenti. Sejenak saya bayangkan, tubuh kecil saya tergeletak di atas batu-batu kecil di samping PLTU itu. Tubuh kecil memakai baju sekolah putih-biru tergeletak dan tak berdaya. Lalu semua orang hanya memandangi, mengamati dan tak sediktpun tersentuh untuk menolong. Parahnya lagi, seorang tetangga dekat rumah di Perumnas Antang sedikitpun tak peduli. Untung saja nenek itu datang dan menolong. Di atas pete-pete menuju rumah, saya berterima kasih pada nenek tua itu. Dari percakapan dengan nenek itu, saya nengetahui jika Ia adalah nenek teman saya dari Ambon.
Tamalanrea pagi itu pun diguyur hujan deras.Dan peristiwa pagi itu membuat hati saya teriris. Sifat peduli dan rasa bersesama diantara kita akhirnya terkikis. Dan benar kata seorang dosen teman berdiskusi kemarin sore jika zaman ini menghasilkan manusi-manusia individualistik.

Abdgsirua,12 Desember 2008

0 comments:

Post a Comment

ISI APA ADANYA

 

© Copyright berandamao . All Rights Reserved.

Powered By Blogger Thanks to Blogger Templates | punta cana dominican republic