SUATU PAGI DI HARI SABTU, MENUNGGU
Posted by
Berandamao
on Friday, 5 December 2008
“Hal yang paling tidak aku suka adalah menunggu”.
Pagi tadi di sebuah bengkel di bilangan jalan perintis kemerdekaan 10, di depan Café Abdi Agung perasaan jenuh, jengkel datang menghampiri. Mau marah, bingung juga siapa yang jadi pelampiasan. Akhirnya kuputuskan untuk beranjak dan pergi dari bengkel kecil itu. Sejak pukul 08.00 pagi tadi, saya sudah menunggu. Bu Aji dengan penutup kepala khas orang bugis yang jadi penjaga bengkel masih merapikan alat-alat motor dan bahan jualannya. Ibu itu berkata ” tunggumi nak, di jalan mi itu yang mau perbaiki motormu,” ujarnya dengan logat Bugis. Untuk menghindari serbuan rasa bosan, saya memcoba mengusir dengan menyeruput kopi di Warkop Daeng Sija, kebetulan jarak warkop tempat kumpulnya borjuis imut-imut itu tidak jauh dari bengkel. Segelas kopi susu dan dua buah roti, serta Koran fajar dan hentakan music anak muda sekarang jadi sarapan pagi seluruh indera tubuhku.koran pagi itu mengangkat isu tentang penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) awal Januari nanti.
Memang sejak Desember ini harga BBM dalam hal ini bensin telah mengalami penurunan, jumlahnya hanya Rp.500. Meski hal itu tidak sesuai dengan harapan sebagian besar masyarakat, namun setidaknya cukup meringankan beban ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Termasuk saya ini yang masih berstatus mahasiswa. “ Ah ini hanya maneuver SBY saja, strategi mencari simpati rakyat jelang pemilu 2009 april mendatang, sungguh licik dan hanya mementingkan kepentingan parpol atau dirinya saja, beginilah rakyat kemudian selalu jadi korban,” cetusku.
Selain itu dari Koran pagi tu juga kudapiti kalau Rektor Unhas. Prof Idrus Paturusi dinobatkan salah satu majalah Asia sebagai rektor terbaik di negeri ini. Sebelumnya ada Prof Gumilar dari UI, UGM,ITB,Undip yang jadi peringkat 1-4. Sebuah prestasi Unhas di tengan pencitraan sebagai kampus tawuran. Seingatku beberapa kali tawuran antar fakultas hampir terjadi bulan ini. Bahkan isunya sampai ke organ kultur daerah melawan salah satu fakultas di kampus. Ironis memang di saat rektor nya mendapat penghargaan, dan kampus ini juga meraih penghargaan dalam bidang kampus olahraga. Mahasiswanya masih berprilaku barbar, mementingkan ego kelompok, kedaerahan. Memutuskan persoalan dengan emosi tidak dengan memakai otak dingin. Beberapa hari lalu, seorang teman yang bekerja sebagai jurnalis di sebuah televisi swasta (Metro Tv) juga merasakan prilaku nyeleneh mahasiswa Unhas, kejadiannya ketika melakukan peliputan di jalan Perintis Kemerdekaan. Sekelompok mahasiswa yang berasal dari Fakultas Teknik merampas kamera dan mengambil kaset rekaman tawuran antara mahasiswa FT dengan mahasiswa UMI tersebut. Untung saja, seorang teman yang kebetulan lewat dan meminta kawan saya itu dilepaskan.
Menjadi pertanyaan kita, apa sebenarnya yang dilakukan rektor hingga bisa mendapat penghargaan. Kalau secara infrastruktur, memang harus kita akui jika kampus ini memiliki gedung-gedung yang baru lagi. Sampai-sampai semua fakultas mirip rumah sakit. Akses internet dimana-mana bisa dilakukan Tapi, prilaku mahasiswa yang barbar, solidaritas kawanan, kelompok, dan parahnya lagi kembali seperti ”remaja” imut-imut dan mulai belajar korupsi kecil-kecilan. Kasihan.
Belum lagi ruang diskusi makin hilang dan prilaku birokrat dan dosen yang sudah menyerupai pejabat. Mobil-mobil mewah berseliweran di pelataran rektorat. Sementara gaji pegawai kecil kadang terlambat tidak di bayar, biaya praktek mahasiswa yang semakin melangit dan alat-alat laboratorium yang masih peninggalan zaman batu. Dosen yang makin sibuk dengan proyek, lalu mahasiswa terlantar. Mau bukti, di fakultas saya saja di FIKP, dosennya banyak yang menghilang entah kemana. Setelah di selidiki, ternyata sebagian pada sibuk dengan proyek di luar daerah. Hingga seorang teman angkatan saya dulu, sempat terganjal di seminar proposal karena pengujinya tidak ada. Jadi wajar saja jika kemarin ada tulisan di dinding kampus yang bertuliskan “urus saja proyekmu”. Setelah berdiskusi dengan seorang dosen. Ia mengatakan jika hal itu angga saja hal biasa, mahasiswa memang butuh diperhatikan. Biar dosen proyek juga sadar.Tapi dosen mana lagi yang mau peduli jika sudah bergelimpangan dengan uang ratusan juta rupiah. Ujung-ujungnya duit.
Tanpa terasa 45 menit aku lewatkan di warkop itu, setelah itu kulangkahkan kaki menuju bengkel dengan harapan tukang servisnya sudah datang. Namun sampai di sana, yang ditunggu juga belum nampak batang hidungnya. Jam 9.30 tukang service itu dating. Dengan motor bebek tahun 90-an anak muda itu bergegas ke dalam. Selain saya, beberapa pelanggan juga motornya akan diservis. Perasaan damai pun muncul. Setitik harapan motor ku akan diperbaiki. Namun menjelang pukul 10.00 yang artinya sudah 2 jam saya duduk di bengkel itu, tetap saja motorku belum disentuh-sentuh.
Perasaan tak damai menghampiri, sementara yang punya bengkel juga sibuk sendiri. Apalagi sejak tadi kerjaannya hanya mondar-madir keluar masuk. Sungguh tidak produktif gummaku. Tak lama kemudian kuputuskan untuk pergi dan mencari bengkel yang lain.
Tamalanrea, sabtu, 6 Desember 2008
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA