Pengirim sms itu ternyata anak Unhas juga. Meskipun masih satu kampus, namun beda fakultas.Aku tak pernah bertemu dengan sang pengirim pesan singkat tersebut. Mengenalnya pun hanya sekadar nama. Sementara melihat wujudnya juga baru dua kali. Itu pun sekilas. “Pesan ini mungkin salah kirim, mungkin saja sms nyasar,” gumamku. Lalu, pesan tadi kukirim kembali dan kutambahi kata "maaf", mungkin salah kirim. Tak lama kemudian, ponsel itu kembali berdering, sebuah pesan masuk “ Gak salah kok. Sudah benar, ini nomornya ismawan kan,? Aku terdiam, perasaan bingung datang menghampiri. “Betul, kok mengucapkan terima kasih, saya merasa belum pernah berbuat kebaikan, tak pantas diberi ucapan terima kasih,salah kirim mungkin,” sms balasan terkirim. Tak lama kemudian, Ia menjawab lagi dengan pesan yang membuatku memandangi satu persatu kata yang menyusun kalimat tersebut. ” Terkadang memang orang tak merasa berbuat kebaikan, tapi ternyata ‘iya’ meskipun tak secara langsung,”. Pesan terakhir ini berkali-kali kubaca. Sarat makna dan cukup membuat galau perasaanku. Betapa mirisnya aku mencari kebaikan yang telah diperbuat. Mungkin saja aku tak bersyukur sesuai pesan dalam Alqur’an “ Sangat sedikit dari hambaku yang bersyukur ” (saba : 13). Setelah pesan itu, aku merasa bersalah dan kemudian minta maaf.
Saat malam datang, kisah sms pagi tadi tak mau beranjak. Selalu saja datang memintaku menggunakan taksonomi bertanya apa gerangan sampai mengucapkan terima kasih. ah, daripada saya terus diganggu pesan itu, apa salahnya menanyakan kembali. ”Sebenarnya dari tadi aku masih selalu bertanya, apa gerangan yang membuat berterima kasih. Setiap kali ingin melupakannya, dominasi untuk memikirkannya lebih besar,”. Selang beberapa menit, Ia membalas ”Sebenarnya, aku tak suka membuat orang penasaran, tapi apa penting kamu tahu? Mungkin aku salah mengirim pesan terima kasih itu. Jadi kamu berpikit terus. Tapi intinya kamu telah berbuat kebaikan pada ku. That’s all,”. Membaca pesan itu, aku tak mampu berkata-kata, akhirnya aku mengalah. Untuk menjawab sms terakhir itu aku mengirim pesan” Sudahlah, maafkan aku yang banyak tanya, biarlah ini menjadi misteri,”
Setelah pesan terakhir itu, tak ada lagi pesan yang datang, semuanya tiba-tiba mengendap dan bersembunyi seperti air di bawah bongkahan es yang beku di kutub. Hari itu, sebuah pelajaran sarat makna datang menghampiri. Lalu, kepada siapa aku mesti berterima kasih. atau sebenarnya siapa yang mesti mengucapkan kata itu . Dadaku sesak, batinku ingin berbisik ”sampaikanlah rasa terima kasih pada orang yang jauh di suatu tempat itu, selagi masih bisa,”
Iran corner, desember 2008
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA