PENDIDIKAN DI UJUNG TANDUK

Anggaran Pendidikan dipotong 15 persen. Nasib pendidikan makin tak jelas.

Pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Menteri keuangan Nomor S-1/Mk-02/2008 pada 2 Januari 2008 yang meminta pemerintah memotong anggaran pendidikan 15 persen. Rencana ini tentu saja membuat kita miris melihat nasib pendidikan di negeri ini. Pemotonngan ini dilakukan setelah pagu anggaran dikurangi gaji, kewajiban pembayaran utang, Pendapatan Negaran Bukan pajak (PNBP) dan hibah. (Kompas, 27 Februari 2008)

Sekadar diketahui, anggaran pendidikan tahun ini sebesar Rp 49, 15 trilyun. Dan tentunya jika dipotong hingga 15 persen, maka hasilnya 42,3 trilyun. Nilai ini lebih rendah dari anggaran tahun 2007 yaitu Rp. 44,1 trilyun.

Lagi-lagi pemerintah melakukan pelanggaran terhadap amanat Undang-Undang, yang menganggarkan biya pendidikan sampai 20 persen. Jadi, wajar saja jika HDI negeri ini jauh tertinggal dari Negara di Asia Tenggara ( Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar).

Upaya untuk memperbaiki nasib pendidikan sepertinya makin berat. Pasalnya anggaran itu juga sudah termasuk gaji pegawai negeri (guru). Ironis memang, saat Negara lain berupaya memperbaiki ranah pendidikan, pejabat negeri ini malah berniat menggadai pendidikan. Dengan dalih memperbaiki manajemen kampus. Maka, perguruan tinggi negeri akan diubah jadi PT BHP (statusnya badan hukum ; agar lebih memudahkan investor asing menanamkan modalnya di Indonesia).

Begitulah, nasib pendidikan di negeri entah berantah ini. Tak ada perhatian pemerintah. Masih jelas dalam ingatan saya saat anak-anak pulau di Takalar yang mau sekolah. Tapi tak ada guru yang mau ke lokasi tersebut. Alasannya sederhana, Jauh di tengah laut. Ini hanyalah satu contoh pulau yang lumayan dekat. Nah, bagaimana dengan pulau-pulau yang jauh. Yang lebih parah lagi, di negeri ini ada sekitar 17 ribu pulau. Dan tentunya pulau tersebut berpenghuni. Namun, yakin saja, anak – anak pulau tak punya kesempatan mendapatkan pendidikan.

Atau ingat film Denias, sebuah lakon yang mewakili masyarakat pegunungan. Upaya untuk sekolah serasa berat. Denias mewakili anak gunung yang beruntung. Tapi ingat, masih ada anak gunung lain yang tak semua sama dengan Denias. Atau ceritan tentang Laskar Pelangi. Sangat jelas keberpihakan pemerintah hanya pada masyarakat mapan saja. Rakyat Miskin jadi anak tiri. Sungguh kasihan.

Hal itu banyak terjadi disekitar kampus Unhas ini. Tak banyak yang mencicipi nikmatnya pendidikan. Akibatnya jadi loper koran, penjual jalangkote, pemulung, dan buah merupakan kerja sehari-hari. Lihat saja, berapa banyak dari mereka yang lebih memilih bekerja (berkeliaran di kampus) daripada sekolah. Alasannya Cuma satu, tak ada uang untuk bayar uang sekolah. Atau dalam bahasa Makassarnya Tena Doe’ka. Wajar saja, pasalnya sekolah negeri sekalipun sudah memasang harga mahal untuk siswa yang mau daftar.Bahkan ada yang sampai jutaan rupiah.

Jadi wajar saja jika bangsa ini tetap tertinggal dan bermuara pada kebodohan. Tak ada yang peduli dengan nasib anak-anak negeri ini. Padahal negeri ini katanya kaya dengan sumber daya alam. Mungkin benar kata Pramudya Ananta Toer jik bangsa ini adalah kuli dari bangsa-bangsa di dunia. Sebab, untuk memerhatikan pendidikan saja susahnya minta ampun.

HUJAN

Malam Jumat, Hujan mengguyur Makassar
Dikenal dengan ''hujan batu''
soalnya jika mengenai tubuh, maka akan tersa seperti dilempari kerikil..

di sudut kampus, masih ada polisi berjaga, meski hujan turun dengan deras.
pihak keamanan ini tetap menjaga kampus.

serasa dipenjara..
selalu saja ada yang memata-matai aktivitas kita.


salam
tamlanrea, 28 februari 08

UNHAS BERSATU, SEBUAH MIMPI

Hanya sekadar mengingat kembali saat semangat ke-Unhasan yang makin pudar. Dan makin yakin dengan "mahasiswa unhas pengecut, mati berkali-kali,"( Fauzan Mukhrim)
Maafkan kami yang tak bisa diandalkan.
"Unhas Bersatu, tak bisa dikalahkan"...berharap..

-------------
Aksi Demonstrasi mahasiswa Unhas dua Mei lalu masih jelas berbekas dalam benak saya. Betapa tidak, mahasiswa jaket merah kampus ini berupaya menyuarakan aspirasinya dengan menggelar aksi damai. Mereka berbondong-bondong menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulsel. Kerelaan meninggalkan bangku kuliah, praktikum, asistensi, dan segala aktivitas belajar. Itu semua hanya untuk menuntut agar pendidikan di negeri ini diberi perhatian. Agar, mata para pejabat yang menikmati kursi empuk kekuasaan terbuka lebar. Khususnya menyangkut persoalan BHP yang-sebentar lagi akan diberlakukan. Jika benar terjadi, maka pupus sudah harapan pendidikan murah dan selamat datang pendidikan mahal.
Sekali-lagi, perasaan haru berkecamuk melihat semangat teman-teman mahasiswa yang turun aksi kala itu. Ada perasaan bangga. Apalagi saat orator seperti Wawan, Jihad, Somba, Ikbal, dll (semoga keselamatan selalu tercurah padanya) menggugah semangat mahasiswa. Berasal dari fakultas yang berbeda-beda. Sekat-sekat antar fakultas sepertinya luntur. Tak mengenal senior dan junior. Nampak juga para mahasiswa baru bercampur baur dengan sesamanya yang datang dari fakultas lain. Ada kebahagiaan saat bertemu sapa dengan teman SMA dulu. Sepertinya mahasiswa baru ini melepas kerinduan di kerumunan massa. Semua bersama dan bersatu menyuarakan penolakan terhadap pendidikan mahal.
Aksi ini melibatkan mahasiswa Unhas dalam jumlah besar setelah kasus penolakan terhadap kenaikan BBM 2006 lalu. Pun menyatu di bawah payung Aliansi Mahasiswa Unhas. Sebuah pertanyaan kemudian muncul. Kok tak bergerak di bawah bendera keluarga mahasiswa Unhas. Bukankah di kampus ini telah ada lembaga mahasiswa tingkat universitas. Apakah karena Kema Unhas tak mewakili empat belas badan eksekutif tingkat fakultas, atau Kema Unhas tak refresentatif hingga tak diakui, ataukah agar aksi ini juga bisa mewadahi teman-teman dari Sema FT, BEM Sastra, Sema Kelautan, dan BEM FKM. Entahlah..? Terlepas dari itu semua, yang pasti hari itu ada harapan untuk bersatu. Setidaknya hari itu.
Tapi, perasaan kecewa mulai muncul ketika hampir terjadi adu jotos sesama mahasiswa Unhas. Sekali lagi kita memperlihatkan betapa lunturnya kebersamaan yang coba kita bangun. Tak di dalam kampus, pun di luar kampus. Pemicunya bukan hal besar, namun persoalan BEM Unhas. Saat rombongan pertama yang membawa panji tiap fakultas berhenti di depan gedung dewan. Tiba-tiba dari arah belakang muncul peserta aksi yang tubuhnya dibaluti bendera Kema Unhas. Spontan saja, barisan paling depan kaget, lalu ada yang berteriak “Kenapa ada bendera BEM Unhas di sini,”. Beberapa orang pun mengejar dan meminta agar bendera itu dilepaskan. Untung saja masih ada kerelaan, dan jiwa besar hingga kericuhan tak berlangsung lama dan masalah itu selesai. Setelah itu, aksi kemudian dilanjutkan ke gedung dewan.
Saya kenal dekat dengan mahasiswa yang teriak pertama kali itu. Sejak berangkat dari kampus kami selalu bersama. Ia teman saya semasa di SMU 5 Makassar dulu (semoga keselamatan selalu tercurah padanya). Selepas aksi, kami juga pulang bersama. Dalam perjalanan, kami diskusi tentang kejadian tadi. Sebetulnya ia hanya kecewa pada BEM Unhas. Kenapa baru sekarang muncul. Lalu kemana BEM Unhas saat banyak mahasiswa Unhas yang diskorsing oleh pihak birokrasi kampus yang Sok!.
Selang beberapa hari kemudian. Suatu senja di pelataran PKM, saya juga bertemu dengan mahasiswa yang membawa bendera Kema itu. Ia juga kawan dekat saya di kampus, teman diskusi dan tempat minjam buku. ”Kok, kamu berani menerobos barisan depan dengan bendera BEM Unhas,” tanyaku. Ia lalu jelaskan semuanya. Baginya apa yang ia lakukan adalah bentuk ’gugatan’ terhadap perangkat Kema, termasuk Parlemen Mahasiswa, dan BEM Unhas yang tak mampu mewadahi aksi mahasiswa ini. “Mengapa harus ada lagi aliansi mahasiswa Unhas, padahal sudah ada lembaga tingkat universitas,” ungkapnya.
Mendengar penjelasannya, saya merenungi jika kedua teman saya ini sama-sama kecewa. Namun, melalui apresiasi yang berbeda. Tapi, kejadian itu sebenarnya hanya soal komunikasi saja yang tak sampai. Jika sejak awal dibicarakan, insiden yang hampir membuat sesama Unhas bentrok tak perlu terjadi. Semuanya kan bisa didialogiskan.
Berkaca pada insiden itu, sepertinya kita perlu merefleksikan setiap peran dan amanah yang diberikan. Merefleksikan nilai-nilai ’bersesama’ yang hilang. Pasalnya untuk kesekian kali kita belum bisa mengusung kata sepakat pada suatu hal.
Suatu saat mungkin kita perlu berterima kasih pada seseorang yang pertama kali menciptakan ungkapan Unhas bersatu, tak bisa dikalahkan. Sebab, kata-kata itu cukup hangat jika saja bisa terwujud. Semoga. Sebab ini hanya sebuah harapan.

INILAH CITRA UNHAS

Tawuran, Luka Lama yang Kambuh Lagi

Kembali, Selasa (26/02), aksi tawuran terjadi antara dua fakultas di Unhas. Fakultas Teknik dan Fakultas gabungan Fak Hukum, ekonomi, Sastra, dn Fisip. Biasa dikenal dengan sebutan FIS bersatu. Aksi saling lempar batu terjadi di ” Jalur Gaza”. Sebutan untuk jembatan yang menjadi pembatas antara kedua massa mahasiswa jika terjadi tawuran. Puluhan mahasiswa dilarikan ke rumah sakit. Termasuk kepala satpam yang terkena lemparan batu.

Aksi ini bermula dari kejadian beberapa hari sebelumnya. Antara Mahasiswa Teknik dan mahasiswa Ekonomi terjadi cekcok saat malam inaugurasi Fakultas Ekonomi. Makanya, keadian malam itu menjadi pemicu tawuran. Dari sumber yang berada di lapangan saat itu, awalnya beberapa mahasiswa fak. Teknik mencari mahasiswa ekonomi di pelataran satu perpustakaan. Tempat pameran foto ukm fotografi dilaksanakan. Tapi, karena yang dicari tak didapat. Makanya beberapa mahasiswa lalu mencari sampai memasuki wilayah Fis. Berniat mencari mahasiswa ekonomi, tapi yan dicari tak kunjung didapat.. Malah yang kena batunya adalah mahasiswa fisip. Melihat gelagat itu, Seorang mahasiswa fisip lalu berteriak “ Fis bersatu,”

Akhirnya, tawuran pun kembali pecah. Mahasiswa fisip seperti biasa berada di pelatara Baruga. Sementara mahasiswa teknik berada di samping TPB. Pemisahnya adalah jembatan. Jalur gaza.

Aksi saling lempar batu tak terelakkan. Biasanya, mahasiswi-perempuan- yang menyediakan batu. Sementara yang laki-laki melempar.

Tak lama berselang, rektor juga turun ke lokasi. Berniat ingin melerai. Idrus hampir kena batu yang melayang. Aksi tauran tak juga berhenti. Polisi dari Mapolresta Makassar Timur dan Polsek Biringkanaya pun diturunkan.Setelah polisi melakukan tembakan peringatan. Aksi lempar batu baru pun selesai. Namun, ada yang lucu saat terjadi tembakan. Mahasiswa yang mendengar tembakan tak melarikan diri. Malahan tertawa dan bertepuk tangan. Seperti sebuah euforia kemenangan, ketika mendengar letupan senjata. Sebuah parodi yang tak biasa.

Akhirnya

Tawuran pun selesai. Saatnya menghitung kerugian. Puluhan mahasiswa dilarikan ke rumah sakit. Termasuk kepala Satpam Unhas yang mengalami luka di wajah. Kaca-kaca gedung perkuliahan pecah. Batu-batu jadi pemandangan di pelataran dan koridor.

Tawuran ini menjadi pembuka tahun 2008. Sebelumnya, tahun 2007 lalu sempat juga terjadi tawuran.

Ironisnya, saat Unhas masuk tujuh Besar perguruan tinggi terbaik di negeri ini.
versi majalah Asia Globe. Teater usang kembali dipertontonkan di kampus ini.
Hasilnya, unhas jadi berita utama di media lokal hingga nasional. Baik media cetak ataupun tv. Biasanya pembawa acara membuka liputan berita dengan mengatakan bahwa,

“Entah apa yang ada di pikiran mahasiswa unhas, tawuran sepertinya sudah jadi kebiasaan di kampus ini,...,”inilah citra Unhas bung!

.

Pameran Foto disela Tawuran

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Fotografi Unhas mengadakan pameran foto Senin - Rabu (25-27/02) bertempat di Gedung Perpustakaan Lantai 1. pameran yang bertemakan ''explore you imagination'' ini bertujuan untuk mengabarkan wajah kota Makassar saat ini dan sebagai ajang untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa dalam bidang fotografi.

Sekitar 50 foto dari 25 fotografer dipamerkan pada kegiatan ini. Mulai dari human interest, landscape, still life, dan arsitektur yang rata-rata menggambarkan wajah kota Makassar.

Jumlah pengunjung pun tiap hari bertambah, sekitar 300 orang perhari. Meski kemarin di kampus lagi tawuran, pameran tetap berjalan. Sebelum tawuran, ada mahasiswa dari fakultas teknik mencari mahasiswa ekonomi di lokasi pameran.
namun yang dicari tak didapat. Makanya, sekelompok mahasiswaini lalu menyusup ke fakultas sospol..setelah itu..perang pun mulai.
---
seperti biasa, kedua pasukan berada di bwah jembatan menuju TPB. Dikenal dengan ''Jalur Gaza''. Namun aksi saling lempar batu itu pun selesai saat petugas kepolisian dari mapolresta datang ke lokasi dan menembakkan peluru ke udara.

selesailah aktivitas ''perang''. selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung kerugian materil, korban luka yang dibawa ke rumah sakit...setelah itu ''capek melanda...

pameran foto..malah bertambah objeknya. soalnya sempat mengabadikan gambar di jalur gaza.

Tawuran Terjadi karena Dosen Malas Ngajar


from tribun timur

elasa, 26-02-2008 | 16:53:05
Tawuran Terjadi karena Dosen Malas Ngajar
Laporan: M Anshor/Mursalim. limgagak@yahoo.com
Makassar, Tribun - Kepala Bagian Humas Universitas Hasanuddin (Unhas), Dahlan Abu Abakar, yang akrab disapa Dea, menduga tawuran kembali terjadi di Unhas karena mahasiswa mempunyai banyak waktu lowong.
"Banyak dosen yang malas mengajar sehingga mahasiswa tidak mempunyai kegiatan. Coba kalau dosen aktif mengajar, mahasiswa pasti tidak ada yang tawuran," kata Dea usai mengikuti pertemuan dadakan yang dipimpin Rektor Unhas Prof Idrus Paturusi, beberapa saat lalu.

Rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan antara lain dosen diminta aktif mengajar dan memberikan tugas-tugas yang banyak pada mahasiswa dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Unhas diminta menenangkan anggotanya. Ada ide agar perkuliahan diliburkan besok namun rencana itu ditolak peserta rapat.

Rapat yang digelar di Tahun Pertama Bersama (TPB) Unhas, di depan Kopma, dipimpin oleh Rektor Unhas Prof Idrus Paturusi, dihadiri oleh PR I Prof Dadang Ahmad, PR II DR Wardian, Humas Unhas Dahlan Abu Bakar, Dekan Fakultas Sospol DR Dedy Tikson, dan perwakilan dari fakultas ilmu sosial.(*)

; Percaya

Jarum jam menunjukkan pukul 02.55 wita.Waktu yang seharusnya setiap insan berkontemplasi di kamar dan mengendapkan pikiran-pikiran, mengistirahatkan setiap otak dan organ tubuh dari aktivitas panjang. Tidur, mungkin itulah kata yang amat bagus untuk mengisi setiap malam kita, dengan mimpi indah dan senyum yang sumringah saat berada dalam alam metafisik.

Mimpi, malam ini mungkin aku bermimpi, bermimpi tentang masa depan dan masa kini yang selalu kutolak. Yang selalu melawan ketidakpastian dan setiap kalah yang pernah kulakoni dalam hari-hari yang tak berpihak. Seperti kita mungkin, masa depan selalu menjadi impian yang amat kita rindukan. bermimpi tentang masa depan, maka secara perlahan dan pasti jika dibarengi keyakinan hal itu akan terwujud. Mungkin saja takdir menjadi hal utama, namun, keyakinan tetap menjadi pilihan.

Malam makin larut, jam dinding yang tak berhenti berdetak. Setiap detaknya mengiringi debar jantung yang berdenyut dengan perlahan. Ada rasa khawatir jika saja ia berhenti seiring dengan berhentinya detak-detak nurani kita.

Senandung lagu Uninvit milik AM terdengar menyejukkan. Meski kupahami tak mudah melewati malam ini dengan hati yang sejuk. Ada sebuah ketakutan jika saja aku lelap, maka aku tak bisa membuka mata untuk selamanya. Rasa takut itu terus membayangi. Apalagi dengan memikirkan prilaku yang tak normative dan memercayai setiap aksara dari mulut-mulut nista yang kita miliki.

Entahlah…yang pasti malam ini kulalui dengan mata terbuka lebar, selebar kepercayaan yang selama ini kita pahami bersama. Tak kudapatkan maknanya. Pada siapa aku harus betanya, jika aku sendiri tak mampu percaya pada setiap yang bertutur kata. Imsonia membuatku tak bisa berfikir lebih panjang. Ia memintaku minta maaf dan memintaku mengisi malam yang sunyi dengan tak berbuat apa-apa.

Bulir air hujan yang jatuh dari langit merindukan tanah kering. Membasahinya dan jejak-jejak setiap langkah akan tertinggal di sana. Rumput tak henti bergoyang seperti tarian surgawi. Dan angin masih membawa pesan tentang makna percaya pada tiap yang dijumpainya.

Seperti angin membawa pesan pada kita..

"Bagaimana caraku menebak masa depan? berdasarkan pertanda-pertanda yang ada sekarang ini. Rahasianya ada pada saat sekarang ini," Santiago, Sang Alchemist, Paulo Coelho

Makassar, Februari 2008

Senja di Sudut kampus

Menjelang malam, ada risau di setiap hati kita.

Seperti kenangan yang menghambur pada perdu cemara yang mulai mengering.

Satu persatu, langkah kaki terdengar berlari menjauh

Meninggalkan sudut-sudut kampus yang mulai sepi

Akhirnya Hilang dalam gelap dan sunyi yang diam membisu.

Ada risau angin di udara.

Yang membawa setiap kenangan yang terpatri dalam bilik kecil kita

Yang menari dan menyanyi, meski dengan setetes air mata

dan nada yang tak teratur

Seperti akan berkata “selamat datang kesunyian”

Senja itu, mungkin senja terakhir kita bertemu

Setelah ada seribu hari yang kita lewati bersama Yang menjelma menjadi tawa, canda, sedih,dan tangis

Mengenang iejak –langkah- kaki kita di atas butir-butir pasir

Meski mulai Hilang diterpa kipasan angin

Langit senja itu kelabu, seakan ada yang mengadu pada waktu

Wajah-wajah terlihat murung, mengikis setiap senyuman

Menjadi air mata. Yang Melukis langit hingga senja makin kelabu.


Senja itu, ada yang memanjatkan doa, mencari jawaban,

menagih tiap janji.

Entah pada siapa…?

Akhirnya, semua lakon kita tiba pada masa yang telah kita ketahui.

Pada suatu senja yang perlahan mulai meninggalkan kota.

Malam pun mulai datang, dengan cahaya bulan yang menusuk

berbicara tentang kenangan pada alam yang mulai berubah.

Hari pun makin larut, wajah-wajah yang muram, Kini berseri kembali.

Mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda.

Bernyanyi dan menari dengan tirai cahaya bulan

Ada rindu agung yang terpendam, tersembunyi dalam setiap irama dan gerak

Begitu besar ingin menghambur ke udara

Meski menggaung dengan nada yang tak kita pahami.

Ia akan tetap abadi, Selamanya….


Mao asvaghosa. Febr 08

Apakah KAMU ANTI BHP ?

Wacana pengesahan Rancangan Undang – Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) makin dekat saja. Sekiranya jika disetujui oleh anggota Dewan Perakilan Rakyat (DPR) RI, dalam hal ini komisi sepuluh, maka dalam waktu dekat ini RUU tersebut akan disahkan. Meski telah mengalami perombakan sebanyak tujuh kali, RUU tersebut bakal jadi bagian kuat yang memayungi berdirinya PT BHP.

Sejalan dengan hal itu, kampus-kampus pun mulai melakukan pembenahan. Baik secara internal maupun menjalin kerjasama dengan pihak – pihak (stakeholder) yang dianggap mampu menjadi donatur universitas nantinya. Sementara mahasiswa masih buta dan kabur tentang apa dan bagaimana PT BHP tersebut. Pertanyaannya kemudian adalah apakah untuk meningkatkan sumber daya manusia dan mutu pendidikan di negeri ini dilakukan dengan perubahan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) jadi BHP?.

Berkaca pada beberapa PTN yang ada di Jawa yang lebih dahulu berubah jadi BHMN, sebut saja UI, UGM, IPB dan ITB maka ada yang tak sejalan dengan visi pendidikan kita. Meski beberapa PTN tersebut telah mengalami kemajuan, namun dari segi pembiayaan juga mengalami peningkatan drastis.

Tak adanya kejelasan mengenai BHP tersebut membuat sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas di Unhas menyatukan gerakan untuk menolak pengesahan RUU BHP. Pasalnya BHP dianggap bukan solusi pendidikan di negeri ini. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Koalisi Mahasiswa Unhas (Kamu) anti BHP. Koalisi Mahasiswa Unhas anti BHP ini terbentuk dari kesadaran mahasiswa yang resitsen dengan perubahan Unhas jadi BHP.

Koalisi ini terbangun dari beberapa organ mahasiswa. Baik secara internal maupun eksternal kampus. Namun belakangan, kendala internal yang dialami lembaga mahasiswa Unhas membuat koalisi ini sepertinya kehilangan ruh. Hal ini terjadi karena lembaga kemahasiswaan sibuk dengan persiapan pengkaderan, pemilihan ketua senat, dan permasalahan Penerimaam Mahasiswa Baru (PMB) dengan pihak rektorat.

Koalisi seperti ini saat ini dianggap sah-sah saja. Sebagai sebuah negara yang menganut paham demokrasi, bentuk penolakan terhadap RUU BHP merupakan hal yang wajar dan patut kita hargai. Sebab ini adalah bentuk berekspresi dan kreatifitas mahasiswa. Namun, Kamu juga tak hanya sekedar menolak. Tapi lebih mempersiapkan sebuah draft atau menyusun model yang lebih baik dari BHP. Semestinya Kamu mampu membuat gagasan – gagasan yang lebih baik mengenai sistem pendidikan di negeri ini, agar kesannya tak hanya menolak.

Jika menilik ke belakang, praktek otonomi kampus di negara kita bermula dari lahirnya peraturan pemerintah (PP) No. 60 dan 61 tahun 1999, tentang perubahan perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Kemudian diperkuat oleh Undang-undang Sisdiknas No. 20 pasal 53 tahun 2003. Inilah yang dijadikan landasan yuridis perubahan PTN jadi PT BHP.

Namun, sekiranya ditinjau lebih dalam. Pasal-pasal dan peraturan pemerintah tersebut bertentangan dengan UUD 45, Amandemen Pasal 31, UU Sisdiknas Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Namun, hal ini tetap saja membuat pengesahan RUU BHP tak terhentikan.

Berangkat dari permasalahan ini, Kamu Anti BHP mestinya bisa lebih peka dan mampu mengomunikasikan permasalahan yang dialami di kampus dengan baik. Atau mampu meramu solusi yang terbaik untuk pendidikan di negeri ini.

Sekedar diketahui negara seperti Jepang mempersiapkan sistem yang mirip dengan BHMN selam 50 tahun. Mereka menyiapkan dulu infrastruktur dan sistem untuk menunjang sistem tersebut, baru melepas perguruan tinggi menjadi otonom. Indonesia dalam hal ini Unhas, bagaimana?.

Kebahagiaan Memberi (dari milis tetangga)

From ahmad.ks. : Kebahagiaan Memberi (dari milis tetangga)

If we look at what we have in life, we'll always have more
If we look at what we don't have in life, we'll never have enough.
~Oprah Winfrey~

Seorang wanita cantik bergaun mahal yang mengeluh kepada psikiaternya bahwa dia merasa seluruh hidupnya hampa tak berarti.

Sang psikiater memanggil seorang wanita tua penyapu lantai dan berkata kepada si wanita kaya," Saya akan menyuruh ibu ini di sini untuk menceritakan kepada anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin anda mendengarnya. "

Si wanita tua meletakkan gagang sapunya dan duduk di kursi dan menceritakan kisahnya: "..... suamiku meninggal akibat malaria dan tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas akibat kecelakaan. Aku tidak punya siapa-siapa. aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku tidak pernah tersenyum kepada siapapun, bahkan aku berpikir untuk mengakhiri hidupku. Sampai suatu sore seekor anak kucing mengikutiku pulang. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya. Cuaca di luar dingin, jadi aku memutuskan membiarkan anak kucing itu masuk ke rumah. Aku memberikannya susu dan dia minum sampai habis. Lalu si anak kucing itu bermanja-manja di kakiku dan untuk pertama kalinya aku tersenyum. Sesaat kemudian aku berpikir jikalau membantu seekor anak kucing saja bisa membuat aku tersenyum, maka mungkin melakukan sesuatu bagi orang lain akan membuatku bahagia. Maka di kemudian hari aku membawa beberapa biskuit untuk diberikan kepada tetangga yang terbaring sakit di tempat tidur. Tiap hari aku mencoba melakukan sesuatu yang baik kepada setiap orang. Hal itu membuat aku bahagia tatkala melihat orang lain bahagia. Hari ini, aku tak tahu apa ada orang yang bisa tidur dan makan lebih baik dariku. Aku telah menemukan kebahagiaan dengan memberi."

Wanita kaya itu memiliki segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang namun dia kehilangan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.


semoga bisa bermakna

Berdamai dengan luka

Untuk kedua kalinya aku mendengar serpihan kalimat itu. Pertama beberapa hari yang lalu saat seorang teman sedang asyik berbicara dengan seorang wartawan di kota ini. Kedua, sore tadi saat senja mulai menuruni langit dan hilang ditelan rindangnya pepohonan kampus.

Entah apa yang terjadi pada temanku ini. Tak seperti biasa ia datang lebih sore. Biasanya ia datang saat malam mulai beranjak. Saat kudapati Begitu pulas ia tidur di ruang tengah. Aku tak berani membangunkannya. Sepertinya ia sedang melepas lelah yang selalu menghampirinya.

Semalam saat terakhir bertemu, ia sempat berujar jika akan mengisi materi pengkaderan di Himpunan mahasiswa islam. Hal ini diperkuat dengan baju yang ia pakai. Corak bertulis HMI dan berwarna hitam dengan motif warna hijau.

Biasanya ia terlihat ceria dan bahagia. Namun kali ini kulihat ia demikian kalah. Untuk kedua kalinya kehilangan handphone; ”Nmpaknya kebiasaannya belum bisa hilang dari mental orang agraris; tak bisa menjaga perabotan teknologi, ” itu kata kakak senior Tyang juga wartawan di trans TV.

Menjelang magrib, ia pulang ke pondokan yang jaraknya sekitar 1 km. Di dekat tangga identitas aku mendapatinya memandangi gedung rektorat Unhas yang menjulang angkuh dan sombong. Seperti sebagian besar para punggawa yang mendiami gedung itu. ” sepertinya kita memang mesti sering berdamai dengan luka,” ujarnya dengan wajah lesu.

Kawan, kadang-kadang kita mesti menyisihkan ruang dalam dada ini untuk sedikit luka. Dan berdamai dengan luka merupakan hal yang biasa. Bukan sesuatu yang luar biasa. Sebab semua manusia juga mengalami hal yang sama. Mungkin kadarnya yang berbeda. Ada yang berat, ada pula yang ringan.

Meski begitu,aku tetap kawanmu. Yang selalu ada jika saja ada hal yang membuat hari-hari indah terbengkalai dengan hal-hal yang tak terduga. Atau sekadar berbagi luka..

Meski begitu,,saya slalu ingat bahwa kita adalah anak muda yang juga generasi pejuang. ”Anak muda, jangan pernah menyerah, sebab hidup adalah resiko dari menetukan pilihan”

Bukankah itu yang selalu kau bilang padaku..

Tamalanrea, feb 08

Mawo_as@yahoo.co.id

metafora kehidupan

RumaH:

Dinihari…

Setiap saat aku pulang

Aku selalu mendapatimu dalam keadaan kosong

Seperti titik nol yang tak berisi

Sepi tak bersua menyambutku

Selamat datang,’ bisiknya…

pulang

Aku rindu untuk pulang

Menikmati senja di beranda

Dengan tirai warna pelangi di kaki langit

Bercerita tentang kisah klasik kita

Makassar Juni.

belajar untuk peduli

”Mengapa kita mesti peduli pada sesama,” ujar salah satu kawan ketika memandangi pekerja ''buruh'' dari sebuah koridor fakultas. Sebuah pertanyaan yang renyah, simpel dan sederhana. Namun, ada kekuatan yang tersirat di dalamnya. Jika saja pertanyaan ini direfleksikan mampu direfleksikan pada setiap manusia..

"mungkin saja kita ditakdirkan untuk bisa hidup bersesama," ujarku.
sesaat kemudian, ia mengeluarkan uang seribuan dari saku celananya. bermaksud mengumpul recehan dari mahasiswa yang ada di koridor.

tak lama berselang, ia pergi dan beberapa menit kemudian kembali dengan dua botol aqua dan
roti di tangan. ''ini sekadar melepas dahaga dan lapar, tak seberapa wan," ujarnya. makanan tersebut pun diberikan pada ''satu keluarga buruh'' yang bekerja menggali selokan antara Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dan Fakultas Kehutanan. Meski pada awalnya ragu-ragu, bapak yang bersama istri dan anaknya itu menerima makanan dari kawanku itu. " terima kasih banyak nak, semoga allah membalas kebaikanmu," ungkapnya dengan penuh syukur.

aku masih tetap mengamati prilaku kawanku ini. meski kutahu ia bukan dari keluarga mampu. tapi di hatinya masih ada kehendak untuk saling berbagi. seandainya banyak manusia seperti kawanku ini.

peristiwa siang itu bagiku amat langka. ironisnya diantara fakultas itu, banyak mahasiswa yang hanya sekadar lewat dan tak memerdulikan satu keluarga yang menggali selokan. pun hanya sekadar menyapa juga tidak. mahasiswa yang lalu lalang tersebut terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. ada juga yang berjalan bergerombol dan baku calla, sampai tawanya terdengar ke koridor...mana kemanusiaan yang diagung-agungkan mahasiswa..??

tanpa terasa, langit mulai menangis, butiran-butiran layaknya kristal mulai berjatuhan. gerimis pun mulai membasahi tanah kering.

dari jauh,..kulihat mereka masih bekerja. tak peduli hujan. tubuh ibu, bapak dan satu anak perempuan di sore itu basah oleh air hujan. kudengar mereka tetap bekerja, sebab jika selokan yang digali tak selesai hari itu. maka upah Rp.35 ribu tak akan diberikan oleh birokrat kampus.

dari dalam dadaku,,sedari tadi ada sesak yang membuncah. dan rupanya tak bisa kutahan.
Yupi..semoga slalu dilindungi Gusti Allah

tamalanrea, 2008






Celoteh tentang Kecewa

Dengan langkah gontai dan menundukkan kepala aku berjalan keluar dari ruangan kelas. Beberapa menit yang lalu kuliah selesai. Meski di wajah sebagian temanku keluar dari ruangan membuat mereka gembira. Namun tak sama denganku, hari itu, aku seperti seorang yang kalah. Tak mampu kusembunyikan rasa kecewa yang hinggap di jiwaku. Dengan langkah gontai aku jalani tangga dari lantai tiga fakultas dengan sesekali menoleh ke belakang. Aku tak banyak bicara, beberapa teman yang kutemui di jalan hanya mampu kusapa dengan senyum yang kadang dipaksakan.

Aku berjalan menyusuri koridor-fakultas perikanan, kehutanan, pertanian, peternakan mipa dan korodor perpustakaan universitas yang makin lusuh. Langkah ku terasa berat, tapi aku harus sampai di ‘rumah keciku’ untuk berbagi cerita dengan siapa saja yang kuanggap bisa kutemani berbagi.

Di sudut koridor fakultas mipa, kudapati dua anak muda yang saling memadu kasih. Entah apa yang mereka lakukan di siang bolong menyendiri, aku jadi muak dengan apa yang mereka lakukan. Ternyata kawasan yang dianggap sebagai gudangnya orang-orang cendekia – berintelektual- masih saja digunakan sebagian orang untuk berbuat maksiat. Jika saja aku punya kuasa, maka saat itu akan kuseret kedua orang itu dan kulempar ke danau di pinggiran mesjid kampus. Tapi, hal itu hanya mimpi yang tak mungkin.

Hari itu, kampus terlihat sepi, hanya ada beberapa ‘mace’ yang membenahi jualannya. Pun kambing yang berkeliaran tak kelihatan lagi. Mungkin ini terjadi karena satpam kampus menembakinya satu persatu jika berani medekat. Sesaat aku berhenti mengamati papan pengumuman. Tak ada yang menarik, gumamku.

Setelah sampai di rumah kecil, kudapati teman-temanku sementara berbagi tawa dan canda, mereka ‘seperti biasa’ saling lempar buah yang bentuknya kecil seperti kelereng. Ada juga yang sementara asyik berdiskusi tentang peristiwa yang menimpa Kabupaten Sinjai dan sekitarnya. Sementara yang lainnya masih sibuk di hadapan computer dengan sesekali melihat kamus.” Oh pasti lagi mengedit atau buat berita,’ gumamku.

Perjalanan singkat ini bagiku amat bermakna, pasalnya dalam perjalanan hingga sampai di rumah kecil, aku mendapati beragam tingkah laku manusia dan alam. Aku coba memaknai dengan seksama. Semoga saja ada yang tersisa dari perjalanan singkat itu. Entah mengapa aku masih terjebak dengan peristiwa di kelas PCD tadi, saat teman kelasku memberi nilai kurang. Padahal menurutku aku sudah sempurrnya me-presentasikan makalahku. Pun hanya satu soal yang tak bisa kujawab. Dosen yang menemai pun menyuruh tak usah menjawab hal itu karena tak subtansial. Jika afirmasi negatifku yang dominan, mereka mungkin saja tak suka.. Karena aku lebih junior yang mampu mem-presentasi dengan sempurna. -yang kutemani dalam kelas adalah senior yang mengulang- hanya temanku yang kulihat memberi nilai sempurna.

Tapi semua telah berlalu. Aku hanya bisa mengambil makna dari apa yang terjadi di kelas. Tak lama kumerenung sendiri. Seseorang menepuk pundakku lalu berujar ,”anak muda sudahlah,………….,”


semoga semua bermakna..

Romantisme Dunia Baru


Sebuah catatan buat kita yang masih berstatus mahasiswa:

Sekadar mengingat masa sebelum masuk perguruan tinggi. Tulisan ini akan membawa kita pada riuh rendahnya semangat untuk bermahasiswa....salam

Mungkin ini adalah saat-saat yang menentukan bagi setiap calon mahasiswa. Jantung berdebar-debar, adrenalin terpacu tak teratur dan harap-harap cemas. Sesekali mengusap wajah yang penuh bulir keringat. Ketegangan seperti ini menjadi warna saat menanti pengumuman kelulusan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Dan kegirangan akan bersambut jika menemukan namanya tertera dalam lembar pengumuman. Senyum sumringah pastinya akan menghiasai wajah-wajah jenaka penuh harap itu.

Di sisi lain, ada kesedihan yang mendalam. Gagal di ujian SPMB bukan akhir segalanya. Hidup ini mesti jalan terus dan kisah perjalanan ini perlu dilukis dengan semangat anak muda. Seperti Pablo Picasso yang selalu membingkai hidupnya dengan warna-warni. Anggap saja kegagalan ini adalah keberhasilan yang tertunda. Seperti itulah harmoni kehidupan. Laiknya roda pedati, kadang harus berada di bawah, kadang pula berada di atas.

Menjadi mahasiswa adalah impian setiap siswa yang telah lulus ujian nasional. Setelah melewati masa yang selalu dikenang di sekolah. Kini ada sebuah dunia baru yang menanti. Dunia yang menawarkan kehidupan yang dinamis, berdialetika dan penuh romatisme. Sering disebut sebagai dunia pesta, buku dan cinta. Inilah dunia kemahasiswaan. Dunia yang tiap tahun dipenuhi puluhan ribu pendaftar dari kota hingga pelosok desa, bahkan sampai dari ‘negeri di atas awan’ ( sebutan untuk daerah pedalaman). Namun, hanya beberapa saja yang bisa masuk.

Dunia baru pastinya menyajikan kebudayaan yang baru. Olehnya itu jika tak mampu menghadapi dan menyesuaikan diri, yang terjadi kemudian adalah culture shock. Namun, itu tak akan terjadi apabila kehidupan ‘keras’ di kampus ini mampu dihadapi dengan baik. Dalam artian mahasiswa mampu menyusun map planning untuk melalui masa-masa di kampus. Mungki saja Van Paursen benar, jika kebudayaan ini merupakan siasat manusia untuk menghadapi masa depan. Di dalamnya ada prosen pembelajaran yang sifatnya terus – menerus dengan kreativitas dan insentivitas.

Sekali lagi selamat telah memasuki dunia mahasiswa. Hari-hari melelahkan dan penuh perjuangan selama ini akhirnya berbuah manis. Euforia kemenangan itu mestinya tak perlu berlebihan. Sebab, di kampus ini ada banyak tugas dan tanggung jawab yang menunggu. Ibaratnya, ini adalah gerbang awal untuk melakukan sebuah perubahan. Setidaknya melakukan revolusi terhadap diri sendiri. Melalui perubahan sikap, prilaku dan pola pikir. Mengapa penting? Sebab, sekarang kawan bukan lagi siswa tapi mahasiswa. Yang padanya ada secercah harapan melakukan perubahan. Bukan hanya mahasiswa yang akhirnya jadi ‘cundekkeng’.

Hari-hari melelahkan akan dimulai lagi sejak jadi mahasiswa baru. Menjalani kehidupan dengan romantisme yang berbeda. Hingga mampu menjajaki sudut-sudut kampus dengan latar pemikiran yang beragam. Sampai pada akhirnya mampu memahami dunia ini sesungguhnya. Bukan hanya nama besarnya saja, pula tak hanya sebagai agen of sosial cotrol, agen of change yang selalu di dengung-dengunkan. Ataupun mahasiswa hedon dan akademik. Tapi lebih pada sisi- sisi lain dunia kampus Unhas ini.

Ana Unhas tawwa, seperti itulah paggilan akrab jika tiba di kampus merah ini. Lembaga kemahasiswa pun menanti semangat dan jiwa anak muda kalian. Juga ada perlawanan terhadap pemberlakuan Badan Hukum Pendidikan (BHP) lewat Koalisi Mahasiswa Unhas ( Kamu ) anti BHP. Sebab, diyakini BHP bukan solusi pendidikan. Apalagi Unhas yang belum punya kesiapan menjadi PT BHP. Mereka selalu menanti anak muda yang punya semangat. Seperti kalian!

Untuk kesekian kali saya berucap selamat. Dunia baru ini menanti kawan dengan romantsime yang tak pernah usang. Menjalani kehidupan mahasiswa pun adalah seb uah pilihan. Apakah jadi mahasiswa biasa, mahasiswa akademik, mahasiswa aktivis, ataupun jadi mahasiswa cundekkeng. Semuanya adalah pilihan yang dilalui dengan sadar. Namun. apalah arti menyandang nama besar mahasiswa, jika saja berdiam diri melihat ketidakadilan.Apalagi di kampus Unhas...

Tamalanrea, 2008

 

© Copyright berandamao . All Rights Reserved.

Powered By Blogger Thanks to Blogger Templates | punta cana dominican republic