Menjelang malam, ada risau di setiap hati kita.
Seperti kenangan yang menghambur pada perdu cemara yang mulai mengering.
Satu persatu, langkah kaki terdengar berlari menjauh
Meninggalkan sudut-sudut kampus yang mulai sepi
Akhirnya Hilang dalam gelap dan sunyi yang diam membisu.
Ada risau angin di udara.
Yang membawa setiap kenangan yang terpatri dalam bilik kecil kita
Yang menari dan menyanyi, meski dengan setetes air mata
dan nada yang tak teratur
Seperti akan berkata “selamat datang kesunyian”
Senja itu, mungkin senja terakhir kita bertemu
Setelah ada seribu hari yang kita lewati bersama Yang menjelma menjadi tawa, canda, sedih,dan tangis
Mengenang iejak –langkah- kaki kita di atas butir-butir pasir
Meski mulai Hilang diterpa kipasan angin
Langit senja itu kelabu, seakan ada yang mengadu pada waktu
Wajah-wajah terlihat murung, mengikis setiap senyuman
Menjadi air mata. Yang Melukis langit hingga senja makin kelabu.
Senja itu, ada yang memanjatkan doa, mencari jawaban,
menagih tiap janji.
Entah pada siapa…?
Akhirnya, semua lakon kita tiba pada masa yang telah kita ketahui.
Pada suatu senja yang perlahan mulai meninggalkan kota.
Malam pun mulai datang, dengan cahaya bulan yang menusuk
berbicara tentang kenangan pada alam yang mulai berubah.
Hari pun makin larut, wajah-wajah yang muram, Kini berseri kembali.
Mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda.
Bernyanyi dan menari dengan tirai cahaya bulan
Ada rindu agung yang terpendam, tersembunyi dalam setiap irama dan gerak
Begitu besar ingin menghambur ke udara
Meski menggaung dengan nada yang tak kita pahami.
Ia akan tetap abadi, Selamanya….
Mao asvaghosa. Febr 08
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA