Korupsi Anggota Dewan dan Hilangnya Budaya Siri
Posted by
Berandamao
on Friday, 10 April 2009
Sungguh mulia niat partai politik untuk menyatakan perang terhadap korupsi dan segalam macam yang merugikan negara. Namun, niat mulia tersebut belum sepenuhnya terinstalasi ke dalam jiwa setiap anggota partai. Belum usai deklarasi Antikorupsi di Gedung Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) 29 Februari lalu. Politisi asal Sulsel Abdul Hadi Jamal (AHD) dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) kembali berurusan dengan KPK. Ia ditangkap KPK bersama Darmawati, pegawai negeri sipil Bagian Tata Usaha Direktorat Jendral Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, dan dari tangannya disita oleh KPK sejumlah uang yang diduga hasil suap. Kejadian ini tentunya mencoreng institusi lembaga legislatif, meruntuhkan kepercayaan masyarakat dan membangun sikap pesimistik terhadap para wakilnya di DPR ataupun calon anggota dewan yang bertarung pada pemilu april 2009 mendatang.
Kenyataan ini memang pahit buat masyarakat Sulsel karena dari sebagian banyak anggota dewan, politisa dari daerah ini memiki jumlah terbanya. Tapi hal ini mampu membangun kesadaran masyarakat jika di gedung DPR tersebut masih terjadi praktek suap menyuap. Kemudian wakil rakyat yang duduk di dewan sekarang ini tak semuanya bersih dan belum mampu memaknai budaya lokal sebagai salah satu prinsip hidup.
Penangkapan AHD ini menambah catatan politisi asal Sulsel di DPR yang berurusan dengan KPK. Sebelumnya seperti Hamka Yandhu dari Fraksi Partai Golkar bermasalah akibat aliran dana Bank Indonesia. Sarjan Taher Fraksi Partai Demokrat ditahan KPK dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan bakau menjadi Pelabuhan Tanjung Api Api di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan dan Yusuf Amir Faisal, mantan Ketua Komisi IV, Fraksi FKB karena terlibat dalam kasus alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-Api, Sumatra Selatan.
Sebagai orang Sulsel, tentunya merasa terpukul dengan kejadian ini. Pasalnya ini terkait dengan harkat dan martabat masyarakat Sulsel yang terkenal dengan budaya siri na pacce dan sangat menjunjung nilai budaya itu sebagai norma yang mengikat dalam sendi-sendi kehidupan.
Fenomena Suap
Korupsi yang terjadi di DPR sudah menjadi cerita biasa dan terjadi secara tidak langsung melalui modus opereandi yang sangat rapi. Biasanya hal ini terjadi ketika pembahasan rancangan undang-undang, penanganan kasus, pemekaran wilayah, kunjungan kerja ke suatu tempat atau daerah, pembahasan anggaran, pengam bilan suatu kebijakan oleh DPR atau komisi, studi banding ke luar negeri, persiapan rapat dengar pendapat dengan BUMN atau instansi swasta, atau proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) pejabat public. Jadi ada benarnya juga jika setiap bupati yang ingin meloloskan proyek untuk daerahnya mesti menyiapkan minimal 500 juta untuk dana awal demi kebagian ‘kue’.Begitupula dengan tender proyek yang melibatkan pengusaha dan uang milyaran rupiah masuk ke kantong pribadi anggota dewan.
Kasus yang menimpa AHD ini sejalan dengan Survei korupsi yang dilansir Transparency Internasional Indonesia menyebutkan, parlemen dan partai politik adalah lembaga paling korup sejak dua tahun berturut-turut. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sedikitnya ada 10 legislator di Senayan yang sedang tersandung kasus korupsi.
Lain halnya dengan Badan Kehormatan (BK) DPR yang merilis 70 orang anggota dewan yang yang diadukan masyarakat karena terlibat kasusu hukum sejak Desember 2005-Juni 2007 (ICW). Sementara itu dari data ICW disebutkan terdapat 1.437 anggota DPRD dari seluruh Indonesia telah diproses hukum akibat kasus korupsi. Data ini sungguh membuat ironis karena negara masih belum stabil akibat krisis berkepanjangan. Sementara rakyat jelata makin miskin dan tak berdaya dengan tingginya biaya sosial.
Padahal Isu pemberantasan korupsi yang jadi semangat reformasi 1998 dalam menumbangkan kepemimpinan orde baru yang korup. Namun itu ternyata hanya jargon dan mimpi belaka. Sebab prilaku para wakil rakyat tetap saja melakukan praktek haram tersebut.
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA