tulisan ini pernah dimuat di tribun timur
Perhelatan Pemilu yang dilaksanakan secara serentak di seluruh negeri Kamis(9/04) lalu merupakan pesta demokrasi bangsa Indonesia untuk kesekian kali. Tercatat pemilu kali ini merupakan pesta yang kesepuluh. Idealnya dari tahun ke tahun pemilu menjadi bagian penting dalam mendorong terjadinya perubahan pada kualitas demokrasi, menciptakan pemerintahan yang kuat. Selain itu mampu memberikan harapan baru bagi 240 juta rakyat dan memperbaiki catatan perjalanan bangsa ini.
Pemilu untuk pertama kali dimulai pada masa Orde Baru, 1955 menjadi tonggak sejarah perjalanan demokrasi bangsa ini. Dalam kondisi yang tak menentu pesta demokrasi mampu berjalan dengan lancar. Sebagian pengamat menilai pemilu saat itu memiliki kualitas yang cukup bagus. Seluruh rakyat menyuarakan hak pilihnya. Meskipun pada akhirnya ternyata gagal menciptakan pemerintahan yang kuat akibat besarnya friksi yang terjadi di pemerintahan.
Ketika masa orde baru berkuasa, pemilu mengalami masa paling surut. Demokrasi terus mengalami pengekangan oleh kelompok Golkarisme yang dipelopri oleh Soeharto. Saya masih ingat bagaimana di kampung saya dulu, setiap PNS wajib memilih partai beringin ini. Jika tidak maka akan dikucilkan dari pemerintahan atau dibuang ke pelosok paling jauh. Hal ini terus berlanjut selama puluhan tahun dan partai Golkar menjadi penguasa pada pemilu.
Kran demokrasi mulai terbuka setelah terjadi reformasi 98. Pemilu yang digelar pertama kali setelah kejatuhan penguasa orde baru itu setidaknya membawa harapan. Namun, sekali lagi ternyata belum mampu menghasilkan pemerintahan yang kuat. Pemilu tak mampu membawa perubahan yang signifikan pada kualitas kebangsaan. Begitu pula pada pemilu 2004, meski telah berhasil melaksanakan pemilu dengan tingkat partisipasi masyarakat yang meningkat. Namun, tetap saja belum mampu mentransformasi kehidupan rakyat.
Rakyat semakin miskin, lonjakan harga kebutuhan yang tidak stabil, konflik antar suku, agama, utang yang semakin meningkat dan korupsi yang merajalela di pemerintahan dan lembaga legislatif (DPR,DPRD).
Berharap Pada Pemilu 2009
Dalam kondisi negara yang tak stabil seperti itu, pemilu 2009 diharapkan mampu menjadi jalan keluar dari krisis kebangsaan. Setidaknya ada angin segar setelah pemilu berakhir. Rakyat sebagai orang kecil yang merasakan penderitaan akibat krisis berkepanjangan berharap pemilu menjadi tonggak untuk memperbaiki kualitas hidup. Tentunya dengan ikut berpartisipasi mneyuarakan hak pilihnya. Sebab sebagian besar individu sudah memahami mana partai dan caleg yang mesti dipilih. Setelah itu mereka yang dipercaya rakyat mampu menunaikan janji-janji selama kampanye.
Jangan sampai pesta demokrasi lima tahunan yang merupakan pesta rakyat ternyata hanya miliki sebagian kelompok saja. Lalu berubah jadi pestanya para politisi. Sementara rakyat hanya dijadikan pion yang dimanfaatkan suaranya. Setelah itu rakyat kemudian dilupakan.
Sejak dimulai juli 2008 lalu, sosialisasi pemilu dengan beragam cara terus dilakukan partai-partai dan calegnya. Sebanyak 18.443 kursi pada lembaga legislatif diperebutkan oleh puluhan ribu caleg yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Mereka berkompetisi menuju gedung dewan. Kompetisi ini kemudian berubah menjadi anarki politik, sebab para calon legislatif dalam berkampanye banyak yang melakukan pelanggaran. Money politik dan pembagian sembako yang diselipi nama caleg menjadi pelanggaran yang biasa. Masih jelas dalam ingatan kita ketika sebuah tv swasta menyiarkan seorang calon anggota legislatif dari PAN membagikan uang sepuluh ribuan saat kampanye di Buton beberapa waktu lalu. Apalagi caleg yang tertangkap KPK dengan sejumlah uang yang diduga hasil suap. Tindakan yang dilakukan calon wakil rakyat seperti ini tentu saja menciderai demokrasi dan tidak memiliki penghargaan pada nilai dan etika politik. Tentu saja, apa yang terjadi ini hanya satu contoh kecil. Namun ada sebuah keyakinan jika di wilayah lain, anarkisme para politisi yang tidak menghargai etika politik bisa saja terjadi dengan modus dan cara-cara yang beragam.
Kemenangan menuju kursi parlemen adalah prestise tersendiri bagi setiap orang. Sebuah keniscayaan jika partai ataupun caleg terus berusaha memenangkan suara rakyat. Apakah dengan cara yang normatif atau melanggar etika politik.
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA