AKSI ANARKISME DI MAKASSAR BY ORDER
Posted by
Berandamao
on Wednesday, 9 March 2011
Aksi unjuk rasa di Makassar yang seringkali berujung pada aksi anarkis dan bentrokan, faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya aksi anarkis, peran media dan adanya pihak lain yang menjadi provokator atau peran polisi yang represif sebaga pemicu bentrokan dibincangkan seluruh Badan Eeksekutif Mahasiswa (BEM) se Makassar di Universitas Negeri Makassar (UNM), Selasa, (08/03).
Kapolda Sulawesi Selatan (Sul Sel), Irjen Polisi Johny Waenal Usman mengatakan, kegiatan unjuk rasa merupakan salah satu jalan untuk menyampaikan aspirasi. Tapi dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Ketika ada aksi yang mulai menunjukkan tanda- tanda bakal berujung anarkis, polisi akan mengambil langkah dengan memberi peringatan pada peserta aksi, pimpinan, atau menghentikan kegiatan unjuk rasa.
"Bisa juga dengan pembubaran, penangkapan, penahanan dan menyita barang bukti," tuturnya di depan para mahasiswa Makassar.
Kapolda menambahkan, aksi yang anarkis sebenarnya terjadi karena kurangnya pemahaman mahasiswa, juga akan merugikan mahasiswa sendiri. Pasalnya, simpati masyarakat akan berkurang. Sementara mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa mengatasnamakan kepentingan publik dan meperjuangkan hak-hak rakyat.
Pendapat berbeda diungkapkan Koordinator Kontras Sulawesi, Suaib yang menilai penanganan polisi dalam setiap aksi unjuk rasa memang terlalu berlebihan. Bisa dibuktikan dengan banyaknya protap yang dikeluarkan oleh instansi kepolisian. Terkait dengan aksi anarkisme massa, hal tersebut masih diperdebatkan.
"Ada penafsiran sendiri dari pihak polisi dalam penanganan aksi unjuk rasa, padahal ada prosedur yang mengatur," tuturnya.
Suaib juga mengungkapkan kekhawatirannya dengan adanya Prosedur Tetap (Protap) tembak ditempat bagi pesera aksi anarkis yang dikeluarkan oleh polisi bisa disalahgunakan.
Sementara itu, Ketua BEM UNM, Bahtiar mengaku, pada setiap aksi unjuk rasa mahasiswa tak ingin berakhir dengan ricuh atau bentrokan. Ketika berdemo, mahasiswa selalu dianggap salah mengganggu keamanan.
"Padahal kami hanya memperjuangkan saudara kami, tukang becak orang tua kami yang petani," ujarnya.
Lebih lanjut Bahtiar mengatakan jika selama ini mahasiswa tak ingin berhadapan dengan polisi, apalagi sampai bentrok dengan polisi. "Kami juga sedih melihat bentrokan yang kerap terjadi,” pungkasnya.
Berbeda dengan Bahtiar, Aktivis HMI Sulselbar, La Ode Munandar mengaku kecewa dengan aksi unjuk rasa dan penangannya di Makassar. La ode meihat aksi yang terjadi merupakan orderan pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Ia menyalahkan pihak polisi yang tak profesional dalam menangani aksi unjuk rasa. Apalagi hanya menangkap pelaku di jalanan.
"Mengapa pelaku yang merencanakan aksi tak ditangkap dan memutus mata rantainya," tukasnya dengan nada berapi-api