Pulau Kawaluso dan Pesona Budaya Lokal

Pulau Kawaluso, pulau perbatasan Filipina
Pulau Kawaluso merupakan salah satu pulau kecil terluar yang di wilayah Kecamatan Kandeha, Kabupaten Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Dengan luas 0,9 km persegi, pulau ini memiliki Titik Dasar TD 053A  dan Titik Referensi TR 053 serta berada pada koordinat 04o 13' 54"LU dan 125o 19' 29''BT.
Menurut sejarah yang dipercaya oleh masyarakat, Pulau Kawaluso awalnya dikelilingi karang yang berbentuk seperti kawat. Dalam bahasa daerah masyarakat mengenal kawat dengan Kawa dan karang disebut huso. Jadilah dalam setiap hari mereka menyebut pulau itu Kawaluso.
Untuk sampai ke Pulau Kawaluso, perjalanan dimulai dari Pelabuhan Tahuna. Jika  menggunakan perahu motor 40 GT. Perjalanan ditempuh dengan 4 jam. Alternatif lain yang bisa digunakan yakni menggunakan perahu nelayan. Meski demikian, terdapat kapal perintis yang berlabuh di pulau tersebut. Kapal perintis itu yakni KM Daya Sakti dan KM Surya  (reguler) yang berangkat dari Pelabuhan Bitung ke Sangihe lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Kawaluso.

Di Pulau Kawaluso lahan milik warga dijadikan kebun pala, kebun cengkeh dan ditanami kelapa. Kelapa tersebut hasilnya akan diolah menjadi minyak dan dijual ke Manado atau Sangir. Begitu juga dengan cengkeh dan palawija lainnya, hasilnya dijual ke Manado atau Sangir.
Pembangunan sarana dan prasarana di Pulau Kawaluso harus mendapat perhatian dari pemerintah. Hanya terdapat satu sekolah dasar miliki swasta. Guru yang mengabdi di sekolah itu berjumlah 6 orang. Mereka silih berganti mengajar dari kelas 1 hingga kelas 6. Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang menengah, para siswa mesti ke Tahuna (ibu kota kabupaten Sangihe).
Sarana kesehatan di Pulau Kawaluso masih berupa puskesmas pembantu. Belum ada dokter yang disiagakan di pulau tersebut. Selama ini masyarakat hanya dilayani oleh seorang bidan. Kebutuhan dokter tersebut dianggap sangat penting oleh masyarakat. 
Fasilitas listrik belum juga dirasakan di pulau itu. Meski terdapat fasilitas listrik tenaga surya milik TNI, namun sejak 2010, listrik tenaga surya tersebut mengalami kerusakan dan hingga saat ini belum diperbaiki. Untuk mengantisipasi kebutuhan listrik, warga menggunakan genset.
Kebutuhan jaringan telekomunikasi juga sangat diharapkan. Akses telekomunikasi yang tak ada membuat masyarakat seperti terisolasi. Dari penuturan warga yang kami temui di dermaga, pemerintah daerah sudah dua kali menjanjikan akan menyelesaikan persoalan telekomunikasi tersebut. Namun sampai hari ini belum ada kejelasan.
Kebutuhan air bersih menjadi salah satu yang cukup penting. Air bersih yang selama ini digunakan masyarakat berasal dari air hujan yang ditadah di penampungan. Untuk keperluan mandi dan MCK sebagian besar masyarakat memakai air sumur. Bantuan pemerintah berupa alat penyulingan destilasi air belum digunakan karena mengalami kerusakan.
Di Pulau tersebut, ada budaya yang masih terjaga hingga saat ini. Masyarakat menyebutnya Tudule. Sepanjang sejarah, upacara Tudule dilakukan sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan YME atas kelimpahan rahmat pada warga pulau.
Pelaksanaan upacara dilakukan setiap awal tahun. Berbagai macam kegiatan dilakukan dalam perayaan tersebut. Pesta dan hiburan kesenian dinikmati masyarakat. Dalam perayaan, tarian Empat wayer, Masamper, dan Cakalele akan ditampilkan. Perayaan itu menjadi ajang silaturrahmi masyarakat. Mereka bersuka cita atas potensi alam yang dikaruniakan Tuhan YME.
Budaya saling berbagi menjadi ciri khas di masyarakat Pulau Kawaluso. Hal ini bisa dilihat saat perayaan hari besar keagamaan. Misalnya perayaan Idul Fitri, Natal. Mereka saling mengunjungi untuk member selamat. Semangat kebersamaan tersebut hingga hari ini masih terus terjaga.


 

© Copyright berandamao . All Rights Reserved.

Powered By Blogger Thanks to Blogger Templates | punta cana dominican republic