Minggu petang, seorang kawan mengirim pesan singkat. Isinya mengingatkan jika hari Senin-Selasa akan diadakan training ESQ di Graha pena khusus untuk mahasiswa STIM Nitro Fajar. Kebetulan, sebagai alumni angkatan emas mahasiswa. Kami bisa datang, dengan satu syarat, kartu alumninya dibawa.
Sebetulnya agenda hari senin itu adalah menyelesaikan titah untuk segera menyelesaikan laporan pkl dan persiapan skripsi yang masih belum tersentuh. Saat bersamaan pula, seorang kawan mewanti-wanti untuk ikut kelas MEST di Gedung PKP Unhas. Menjadi orang yang bingun pun menyergap pada hati kecilku. Susah menentukan pilihan pun menghampiri. Sekali lagi saya mengadapi situasi yang membutuhkan kecermatan dalam memilih, ikut ESQ dengan tidak sebagai apa-apa, ikut MEST di Unhas dengan Sertifikat internasional, atau mulai belajar mencintai perpustakaan.
Sekali lagi kutimbang untuk memilih kemana langkah ku hari itu. Sejenak kuingat pesan seorang kawan sebuah pertemuan kemarin. Bahwasanya jangan menjadi orang yang peragu. Sebab semuanya akan terasa sulit. Takut inilah, itulah,,dll. Pada kondisi seperti ini, posisi ku memang berada satu fase dengan peragu. Sulit menentukan pilihan. Namun, nasehat kemarin membuat segenap jiwaku untuk tetap melangkah. “Ah ke ESQ saja,” bisikku dalam hati.
Setelah menyelesaikan subuh dan tadarrusan di Masjid Raya, bergegas aku ke Graha Pena. Disana sudah menunggu ratusa nmahasiswa yang siap-siap ikut training. Di gedung megah itu, aku bertemu teman lama yang sering mengingatkan. Dulu kami masih sering jalan di sudut kampus unhas. Seperti biasa dengan gaya yang semangat ia menjelaskan perkembangan training ini. Dari kampus-ke kampus telah diadakan training. Namun, mahasiswa unhas belum mendapat kesempatan ikut. Pasalnya birokrasi kampus masih belum ngeeh dan jumawa menerima training ini. Serasa malu melihat kampus lain yang bersemangat, sementara kampus kita belum tersentuh.
Satu hal yang membuat aku selalu ingin datang ke tempat itu karena Author Journey yang dilakukan senantiasa mengingatkan siapa diri kita sebenarnya. Dengan pengetahuan yang cemerlang. Pemateri memberikan tauziyah dan mengingatkan keberadaan manusia di hadapan Tuhannya. Emosional membuncah ketika sentuhan keimana kembali dipertanyakan. Betapa selama ini kita berjalan di muka bumi dengan sombong dan selalu mengejar materi duniawi. Hingga melupakan sang pemberi kehidupan.
Setiap training, aku selalu mendapati diriku berda dalam kedamaian. Sentuhan terhadap emosi membuat aku bisa merasakan kedekatan dengan Tuhan ku dan spitualitas yang ada memintaku selalu melihat masa depan. ”kemanapun kau hadapkan wajahmu, disanalah Allah berada,”..
1 comments:
koereksi... banyak kata2 yg mau di edit kayakx
bingun = bingung?
mengadapi = menghadapi?
ratusa = ratusan?
berda = berada?
Hehehe... kayak tong ma ahli bahasa deh...
Post a Comment
ISI APA ADANYA