“Bermimpilah karena tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu,” Arai
Novel ini bercerita tentang Ikal dan Arai sebagai pemuda biasa dari Belitung yang berupaya mewujudkan mimpi-mimpinya. Sebagai anak kampung yang terlahir dengan kerasnya kehidupan, mereka mencoba mempertaruhkan nasibnya. Bagi mereka, mimpi itu akan jadi kenyataan suatu saat nanti. Tentang bermimpi, Pak Belia, guru sma-nya memang sejak awal mengajarkan ilmu ini. “Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah Afrika, termukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntut ilmu sampai ke Sorbonne di Prancis, saksikan karya-karya besar Antoni Gaudi si Spanyol.” (hal 34). Kalimat ini bagi ikal amat menggelisahkan sepanjang waktu. Bagai pungguk merindukan bulan! Namun, kepribadian Arai membuat semangat Ikal selalu merasa berada di puncak Everest. Kata-kata itu begitu kuat, menyentuh dan menjadi pemicu Arai dan Ikal mewujudkan mimpi yang mereka simpan.
Jika dalam dua novel terdahulu, Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi Ikal bercerita tentang mimpi dan usaha menggapainya. Nah, dalam novel Edensor ini, apa yang menjadi mimpinya jadi kenyataan. Mereka benar-benar telah sampai di Eropa, mimpi yang terbersit sejak dahulu. Dan akhirnya Ikal mampu menemukan kota kecil Edensor. Suatu tempat yang hanya diceritakan dalam novel pemberian A Ling, gadis yang membuatnya merasakan cinta pertama kali.
Dalam buku setebal 288 halaman ini, Andrea menyajikan penggalan kisah-kisah yang begitu bermakna. Gaya bertuturnya amat sederhana, tak berbelit - belit, mudah dipahami dan tetap menyertakan unsur-unsur fisika modern dalam kalimatnya.
Pada mozaik awal, novel ini kembali melirik ke masa kecil Ikal sampai dia berada di Eropa. Dapat dilihat pada sepuluh kisah pertama, mengisahkan Ikal yang lahir dari perjuangan ibunya agar melahirkan tepat pada 24 oktober. Ini terjadi supaya kelak Ikal bisa jadi juru pendamai. Semunya jadi indah saat keluarga Ikal memungut Arai, sepupu jauhnya yang tiba-tiba sebatang kara sejak usia delapan tahun.
Rupanya saat ini Ikal pertama kali merasakan namanya jatuh cinta. Baginya semua terasa aneh. Segalanya jadi serba baik.Gadis Hokian itu bernama A Ling, yang ia kisahkan rahasia gravitasi. Selain itu di bagian ini menceritakan saat ikal bekerja di Bogor dan keberangkatannya ke Prancis.
Mozaik berikutnya baru memulia bercerita tentang pengalaman Arai dan Ikal di Sorbonne, Prancis. Sebuah dunia yang baru bagi keduanya. Apalagi saat pertama kali menginjakkan kaki di Brugge, kota kecil di Belgia. Cuaca dingin membuat ikal terkena pulmonary adema. Pasalnya suhu turun sampai minus sembilan derajat celsius. Tubuhnya bergetar, darah tumpah dari hidungnya sampai ikal hampir mati Tak hanya itu, geger budaya juga menyergap. Ada paradoks antara apa yang terjadi di negerinya dan di Eropa.
Pertarungan mengelilingi Eropa mungkin jadi hal yang paling menarik. Ide untuk mengisi liburan musim panas. Masing-masing membentuk kelompoknya sendiri-sendiri. Ikal berpasangan dengan Arai. Yang menang adalah mereka yang dapat menempuh paling banyak kota dan negara. Yang kalah harus mengurus laundry peserta lain selama tiga bulan dan harus menuntun sepeda secara mundur dari museum legendaris Le Leouvre ke gerbang L’Arc de Triomphe dimana di sepedanya digantungi pakaian-pakaian rombeng.
Ikal dan Arai menyebutnya sebagai pertaruhan nama bangsa. Atas dasar itulah tantangan dilaluinya dengan penuh semangat. Kadang-kdang mereka mesti jadi pengamen, makan daun-daun. Dan jika ada polisi, mereka pura-pura tidur. Selama perjalanan mereka tak pernah menyerah. Perjalanan ke 42 negara Eropa, Rusia dan sampai di Afrika berhasil dilalui. Ikal dan Arai pun jadi pemenang.
“Serasa ingin menyanyikan lagu Indonesia Raya,” lirih Ikalsaat kembali ke Sorbonne untuk menunaikan kewajiban sebagai mahasiswa. Kabar yang ia dengar bahwa Prof Turnbull, pembimbingnya akan pensiun dan pulang kampung dan bekerja di Sheffiled Inggris. Karena tesisnya belum selesai, Ikal ikut program exchange program ke Shieffield Hallam University. Disana ia melanjutkan risetnya dibawah bimbingan Prof Turnbull. Karena itu, ikal makin dekat dengan Edensor, desa kecil di Inggris yang selama ini hanya dibacanya di novel karya James Herriot. Pemberian pujaanya, A Ling yang entah dimana ia berada.
Dalam novel ini Andrea masih tetap menggunakan budaya tutur dengan baik. Bumbu metafora tetap kita dapatkan dan membuat pembaca mampu memaknai apa yang disampaikan. Andrea juga masih mengikutkan sains, fisika, kimia, biology, ekonomi dan sastra dala tiap kalimatnya. Novel ketiga ini juga ini banyak bercerita tentang perjalanan di Eropa, cintanya pada A Ling yang hilang, dan upaya menyelesaikan studinya.
Sebelum kehilangan jejak, A Ling memberi Ikal sebuah Buku. Buku pemberian A Ling itu memberinya inspirasi pada suasana desa kecil yang amat indah. Seperti bermimpi, Ia merasa berada di tempat itu. Hingga suatu ketika Ikal tanpa sadar telah menemukan desa kecil itu, Edensor.
“sejak kecil kami bekerja keras tanpa belas kasihan. Kami pernah dirampok, diusir, terlunta-lunta dan kelaparan. pernah diserang suhu panas sampai 42 derajat dan suhu dingin sampai minus sembilan derajat di Laut Utara. Dan kami telah mengelana 42 negara hanya berbekal keberanian,” Ikal
Resensi ini Kudedikasikan buat sahabatku; M. Iqbal
Ismawan As
Mahasiswa Kelautan 2003
KP KAMMI komsat uh
0 comments:
Post a Comment
ISI APA ADANYA