Dedikasi Abadi Buat Seorang Guru

Dedikasi Abadi Buat Seorang Guru

Berawal dari keinginan memberikan hadiah pada seorang ibu guru, maka tanpa rencana tetralogi Laskar Pelangi jadi novel inspiratif yang paling laris. Mengangkat kisah nyata dari kampung miskin di Belitung. Wilayah yang diambil alih perusahan timah. Meski begitu, semangat menempuh pendidikan tak pernah pudar, di tengah ketidakadilan korporasi, kemiskinan dan diskriminasi sosial. Laskar Pelangi tetap bertahan dengan keuletan, kejujuran, kesabaran, penuh dedikasi dan persahabatan yang tak pernah usang. Sebab, meyakini pendidikan mampu merubah dunia. Berikut kutipan Andrea Hirata kepada Ismawan as dari identitas Unhas. Minggu, 4 November 2007 lalu di Hotel Singgasana Makassar.

1. Ide apa yang melatarbelakangi pembuatan buku tetralogi laskar pelangi ini ?
Sebenarnya buku ini merupakan sebuah buku dedikasi yang sama sekali bukan untuk dimasukkan ke industri buku. Saya tak pernah berfikir akan menerbitkan buku ini dan memasukkan ke industri penerbitan.
2. Maksudnya ?
Karena awalnya buku ini hanya ditulis sebagai sebuah hadiah untuk guru saya. Namun, seorang teman mencuri drafnya dan memasukkannya ke penerbit bentang pustaka. Kemudian pihak penerbit itu menghubungi saya, terus terjadi proses editing dan tiga minggu kemudian buku ini jadi best seller. Saya tak menduga cerita yang berkisah tentang memoar dengan tokoh aku ini bisa sukses. Pasalnya, kisah yang subjeknya aku merupakan karya yang menentang arus pasar karena tak metropop. Sedang karya yang menguasai pasar itu saat ini adalah karya metropop dengan gendre ceklik.
3. Tadi draft itu dicuri, bagaimana kronologisnya?
Draft yang sudah saya ketik itu tersimpan di kamar dan siap untuk di kirim ibu guru saya yang ada di kampung. Tanpa sengaja naskahnya dibaca oleh teman saya, dan diam-diam dikirimkan ke penerbit. Dengan mengatasnamakan saya, begitulah sejarahnya laskar pelangi, dramatis, aneh.
4. Kenapa tiba-tiba anda menulis tentang tetralogi ini?
Jika membaca laskar pelangi maka akan diperoleh jawabannya. Kami belajar di sebuah sekolah yang tidak dipedulikan oleh siapapun. Sekolah ini terbentuk karena inisiatif pribadi dari ibu guru kami, seorang perempuan muda berusia 15 tahun yang masih anak-anak, hanya berijazah SKP yang setingkat SMP, dia membuat sekolah itu, dan menamainya sekolah Muhammadiyah. Kami hanya boleh sekolah di tempat itu karena tidak dapat sekolah di tempat yang lebih bagus. Sebab orang tua kami hanya bekerja sebagai kuli timah. Sedangkan yang bisa sekolah di tempat yang layak adalah anak dari pegawai perusahaan timah yang berpangkat. Saya dan teman-teman tak punya pilihan lain, makanya ini menyangkut sebuah substansi mendasar. Yaitu menyangkut keadilan dan menyangkut suatu substansi dimana sebuah wilayah tanah ulayat, wilayah tanah asli yang dieksploitasi oleh korporasi yg tidak memperdulikan nasib masyarakat yang mendiami daerah itu. Dan hal itu masih terjadi lho sekarang. Jangan-jangan masyarakat Dayak tak menikmati minyaknya Bontang atau orang Timika tak menikmati hasil dari PT Freeport. Inilah yang kami (saya dan teman-teman, red) alami ketika masih kecil dan menjadi flatform sosio kultural cerita laskar pelangi.

5. Mengapa berfikir memberi hadiah buku?
Hadiah ini memang saya niatkan ketika masih kelas 3 SD karena rasa kagum yang besar pada Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus, guru saya. Waktu kecil itu, saya meniatkan suatu hari akan membuat sebuah buku tentang beliau dan akhirnya sesudah dewasa baru kesampaian. Hal ini terjadi karena saya mendengar Bu Mus sakit keras. Nah, saat itulah saya membuatnya dengan cepat. Pasalnya saya takut terlambat tak bisa memberi hadiah pada guru saya itu. Akhirnya tanpa terasa buku ini selesai dalam tiga pekan.

6.. Kapan buku itu ditulis?
Saya menulis buku itu ketika saya pulang dari Aceh, saat jadi relawan bencana tsunami, di sana saya melihat sekolah hancur. Itulah titik awal dan pada saat yang sama ibu guru saya sakit, akhirnya saya berfikir segera menyelesaikan buku itu.

7. Mengapa anda memilih buku sebagai hadiah?
Motivasi memberikan sebuah buku karena saya berpikir buku itu tidak pernah mati, buku akan selalu ada seumur hidup. Di dalam buku itu pada dasarnya setting, adegan, deskripsi, dan karakter-karakter tokohnya, serta sekolah itu memang ada. Saya meletakkannya dalam flatfrom sosio kultural. Suatu wilayah yang mengalami ketidakakadilan, kompensasi tanah ulayat tak ada. Itu kan jadi menyedihkan, memiliki tanah di situ tetapi tidak bisa menikmati fasilitas yang memadai karena sistem yang tidak baik.

8.Anda kan tak pernah belajar sastra atau menulis cerpen, bagaimana buku ini bisa selesai?
Saya percaya sekali kalau sebuah komunitas memiliki karekternya sendiri. Saya ini orang melayu, ada pepatah yang mengatakan kalau anda meminjamkan uang kepada orang melayu akan habis perkara, dia lupa bayar. Tapi kalau anda pinjamkan kata akan panjang cerita, itu sudah menjadi adat istiadatnya orang melayu, jadi orang melayu itu pandai berkisah. Karena saya benar-benar tak memiliki pendidikan sastra dan lebih parah lagi saya tidak suka membaca novel, sampai sekarang, hanya beberapa novel yang saya baca dan itu juga sangat selektif. Hanya kemampuan berkisah itulah yang saya manfaatkan dengan baik.

9. Tentang menjaga kualitas tulisan?
Kita mesti dapat membedakan pendekatan penulisan, ada orang yang menulis laporan dokumentasi apa adanya, biografi, memoar, dan adapula yang menulis sastra. Saya menulis fiksi dengan pendekatan non fiksi. Dramatisasinya ada tanpa memanipulasi fakta yang ada. Sistematika bab itu bagian dari penulisan sastra memoar dan pendekatan penulisan itu mesti dipahami. Sebab menulis sastra memoar mengandung interpretasi, unsur imajinasi dan tetap menjaga keotentikan kejadian itu. Di dalam kepala saya ini sudah ada sekitar sepuluh judul buku. Namun pada suatu ketika ada waktunya saya juga kekeringan ide, mampet dan bagi saya hal itu adalah siklus. Sastra layaknya merupakan sebuah pintu pandora untuk ilmu-ilmu lainnya, dimana jika satu pintu dibuka, akan ada pintu-pintu lainya. Di dalam sastra ada ilmu, riset, moral.


10. Menurut anda mengapa budaya membaca saat ini makin menurun ?
Saya merasa heran dengan apresiasi buku yang ada di Indonesia, banyak orang yang mengatakan kalau industri kita parah. Tapi taukah anda salah satu buku yang paling laris di Indonesia adalah buku The Davinci Code. Buku itu tidak mudah untuk dibaca dan memahaminya. Butuh ketelitian, mentalitas dan kerajinan membaca yang cukup besar. Itu membuktikan jika pembaca di Indonesia tidak bodoh, hanya karena penulis yang memproduksi buku itu-itu saja. Pembaca tidak memiliki pilihan lain karena yang ada buku begitu-begitu saja. Mereka membuat sebuah buku padahal memiliki literasi yang sangat rendah, mengusung isu yang superior yang nyaris tanpa substansi. Di satu sisi budaya audio visual itu terlalu cepat saat budaya literasi tidak mapan. Itu makin memper lemah minat baca. Solusinya adalah dari keluarga menanamkan cara membaca di rumah.

11. Bagaimana dengan penulis muda yang bermunculan?
Saya melihat sebagian penulis muda menulis hanya karena ingin dikenal. Karena menjadi orang terkenal itu adalah sebuah godaan yang sangat menggiurkan, kalau tidak kuat iman, menjadi orang terkenal itu bisa opurtinistik. Pada saat menulis semangat yang harus kita bangun yaitu menulis untuk mengisi diri sendiri. Cobalah untuk membuat 30 halaman dulu Kemudian masuk kepada diri sendiri, lalu pada orang lain dan menjustifikasi dengan pemikiran sendiri, menulis kalimat demi kalimat, itu dapat menceritakan siapa anda. Mengikuti lika-likunya cerita dan anda melihat gambaran seutuhnya karena pada saat itu anda telah menjai diri sendiri. Itulah esensi dari menulis. Jadi ketika anda menulis untuk menjadi terkenal, maka yang jadi tujuan agar buku yang ditulis laku di pasaran. Jadilah diri sendiri, kemudian menulis untuk substansi yang lebih luas. Bukan untuk sekadar pertimbangan industri. Misalnya menulis untuk buruh, tentang substansi pendidikan, substansi hak asasi manusia, tentang substansi penghormatan pada perempuan.

12. Nah, setelah membuat buku apa yang jadi progres sekarang?
Mengenai laskar pelangi, saya sangat tertarik dengan filmnya. Makanya buku ke empat juga belum selesai. Soalnya saat ini fokus pada film. Buku ini juga akan terbit di Eropa dan Amerika dalam bahasa inggris. Penerbitan di luar negeri makin membuat saya lebih tertantang. Saya merasa sangat senang, bukan karena motif best seller dan segala macamnya. Tapi buku ini mampu menceritakan kisah tentang kampung dan sebuah sekolah tua dengan seorang guru. Itu bukan tema yang populer, tapi bisa diterima oleh masyarakat.

13. Setelah masyarakat membaca, apakah laskar pelangi punya pengaruh?
Oh jelas, sekarang wartawan banyak yang datang dan mencari tokoh dalam kisah ini. Dan Ibu Muslimah, 11 November 2007 ini akan mendapat penghargaan nasional Aisiyah Award dari PP Muhamadiyah karena pengabdiannya. Selain itu, di kampung saya rencana untuk membuat learning centre mulai mengemuka dan mendapat respon. Saya pikir jika tiap orang terhinakan, terabaikan demikian lama. Namun kebenaran akan muncul, dan saya senang menjadi orang yang mengangkat kebenaran itu.



14. Harapan terhadap penulis muda?
Saya berharap akan banyak penulis yang menulis buku dengan genre semacam ini, tidak hanya saya. Semoga ada buku yang jauh lebih bagus dari penulis muda. Selain itu juga menulis buku-buku dengan tema-tema pendidikan. Pendidikan yang membebaskan.

NB. Biodatax mana? Korlip
Dedikasi Abadi Buat Seorang Guru

Berawal dari keinginan memberikan hadiah pada seorang ibu guru, maka tanpa rencana tetralogi Laskar Pelangi jadi novel inspiratif yang paling laris. Mengangkat kisah nyata dari kampung miskin di Belitung. Wilayah yang diambil alih perusahan timah. Meski begitu, semangat menempuh pendidikan tak pernah pudar, di tengah ketidakadilan korporasi, kemiskinan dan diskriminasi sosial. Laskar Pelangi tetap bertahan dengan keuletan, kejujuran, kesabaran, penuh dedikasi dan persahabatan yang tak pernah usang. Sebab, meyakini pendidikan mampu merubah dunia. Berikut kutipan Andrea Hirata kepada Ismawan as dari identitas Unhas. Minggu, 4 November 2007 lalu di Hotel Singgasana Makassar.

1. Ide apa yang melatarbelakangi pembuatan buku tetralogi laskar pelangi ini ?
Sebenarnya buku ini merupakan sebuah buku dedikasi yang sama sekali bukan untuk dimasukkan ke industri buku. Saya tak pernah berfikir akan menerbitkan buku ini dan memasukkan ke industri penerbitan.
2. Maksudnya ?
Karena awalnya buku ini hanya ditulis sebagai sebuah hadiah untuk guru saya. Namun, seorang teman mencuri drafnya dan memasukkannya ke penerbit bentang pustaka. Kemudian pihak penerbit itu menghubungi saya, terus terjadi proses editing dan tiga minggu kemudian buku ini jadi best seller. Saya tak menduga cerita yang berkisah tentang memoar dengan tokoh aku ini bisa sukses. Pasalnya, kisah yang subjeknya aku merupakan karya yang menentang arus pasar karena tak metropop. Sedang karya yang menguasai pasar itu saat ini adalah karya metropop dengan gendre ceklik.
3. Tadi draft itu dicuri, bagaimana kronologisnya?
Draft yang sudah saya ketik itu tersimpan di kamar dan siap untuk di kirim ibu guru saya yang ada di kampung. Tanpa sengaja naskahnya dibaca oleh teman saya, dan diam-diam dikirimkan ke penerbit. Dengan mengatasnamakan saya, begitulah sejarahnya laskar pelangi, dramatis, aneh.
4. Kenapa tiba-tiba anda menulis tentang tetralogi ini?
Jika membaca laskar pelangi maka akan diperoleh jawabannya. Kami belajar di sebuah sekolah yang tidak dipedulikan oleh siapapun. Sekolah ini terbentuk karena inisiatif pribadi dari ibu guru kami, seorang perempuan muda berusia 15 tahun yang masih anak-anak, hanya berijazah SKP yang setingkat SMP, dia membuat sekolah itu, dan menamainya sekolah Muhammadiyah. Kami hanya boleh sekolah di tempat itu karena tidak dapat sekolah di tempat yang lebih bagus. Sebab orang tua kami hanya bekerja sebagai kuli timah. Sedangkan yang bisa sekolah di tempat yang layak adalah anak dari pegawai perusahaan timah yang berpangkat. Saya dan teman-teman tak punya pilihan lain, makanya ini menyangkut sebuah substansi mendasar. Yaitu menyangkut keadilan dan menyangkut suatu substansi dimana sebuah wilayah tanah ulayat, wilayah tanah asli yang dieksploitasi oleh korporasi yg tidak memperdulikan nasib masyarakat yang mendiami daerah itu. Dan hal itu masih terjadi lho sekarang. Jangan-jangan masyarakat Dayak tak menikmati minyaknya Bontang atau orang Timika tak menikmati hasil dari PT Freeport. Inilah yang kami (saya dan teman-teman, red) alami ketika masih kecil dan menjadi flatform sosio kultural cerita laskar pelangi.

5. Mengapa berfikir memberi hadiah buku?
Hadiah ini memang saya niatkan ketika masih kelas 3 SD karena rasa kagum yang besar pada Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus, guru saya. Waktu kecil itu, saya meniatkan suatu hari akan membuat sebuah buku tentang beliau dan akhirnya sesudah dewasa baru kesampaian. Hal ini terjadi karena saya mendengar Bu Mus sakit keras. Nah, saat itulah saya membuatnya dengan cepat. Pasalnya saya takut terlambat tak bisa memberi hadiah pada guru saya itu. Akhirnya tanpa terasa buku ini selesai dalam tiga pekan.

6.. Kapan buku itu ditulis?
Saya menulis buku itu ketika saya pulang dari Aceh, saat jadi relawan bencana tsunami, di sana saya melihat sekolah hancur. Itulah titik awal dan pada saat yang sama ibu guru saya sakit, akhirnya saya berfikir segera menyelesaikan buku itu.

7. Mengapa anda memilih buku sebagai hadiah?
Motivasi memberikan sebuah buku karena saya berpikir buku itu tidak pernah mati, buku akan selalu ada seumur hidup. Di dalam buku itu pada dasarnya setting, adegan, deskripsi, dan karakter-karakter tokohnya, serta sekolah itu memang ada. Saya meletakkannya dalam flatfrom sosio kultural. Suatu wilayah yang mengalami ketidakakadilan, kompensasi tanah ulayat tak ada. Itu kan jadi menyedihkan, memiliki tanah di situ tetapi tidak bisa menikmati fasilitas yang memadai karena sistem yang tidak baik.

8.Anda kan tak pernah belajar sastra atau menulis cerpen, bagaimana buku ini bisa selesai?
Saya percaya sekali kalau sebuah komunitas memiliki karekternya sendiri. Saya ini orang melayu, ada pepatah yang mengatakan kalau anda meminjamkan uang kepada orang melayu akan habis perkara, dia lupa bayar. Tapi kalau anda pinjamkan kata akan panjang cerita, itu sudah menjadi adat istiadatnya orang melayu, jadi orang melayu itu pandai berkisah. Karena saya benar-benar tak memiliki pendidikan sastra dan lebih parah lagi saya tidak suka membaca novel, sampai sekarang, hanya beberapa novel yang saya baca dan itu juga sangat selektif. Hanya kemampuan berkisah itulah yang saya manfaatkan dengan baik.

9. Tentang menjaga kualitas tulisan?
Kita mesti dapat membedakan pendekatan penulisan, ada orang yang menulis laporan dokumentasi apa adanya, biografi, memoar, dan adapula yang menulis sastra. Saya menulis fiksi dengan pendekatan non fiksi. Dramatisasinya ada tanpa memanipulasi fakta yang ada. Sistematika bab itu bagian dari penulisan sastra memoar dan pendekatan penulisan itu mesti dipahami. Sebab menulis sastra memoar mengandung interpretasi, unsur imajinasi dan tetap menjaga keotentikan kejadian itu. Di dalam kepala saya ini sudah ada sekitar sepuluh judul buku. Namun pada suatu ketika ada waktunya saya juga kekeringan ide, mampet dan bagi saya hal itu adalah siklus. Sastra layaknya merupakan sebuah pintu pandora untuk ilmu-ilmu lainnya, dimana jika satu pintu dibuka, akan ada pintu-pintu lainya. Di dalam sastra ada ilmu, riset, moral.


10. Menurut anda mengapa budaya membaca saat ini makin menurun ?
Saya merasa heran dengan apresiasi buku yang ada di Indonesia, banyak orang yang mengatakan kalau industri kita parah. Tapi taukah anda salah satu buku yang paling laris di Indonesia adalah buku The Davinci Code. Buku itu tidak mudah untuk dibaca dan memahaminya. Butuh ketelitian, mentalitas dan kerajinan membaca yang cukup besar. Itu membuktikan jika pembaca di Indonesia tidak bodoh, hanya karena penulis yang memproduksi buku itu-itu saja. Pembaca tidak memiliki pilihan lain karena yang ada buku begitu-begitu saja. Mereka membuat sebuah buku padahal memiliki literasi yang sangat rendah, mengusung isu yang superior yang nyaris tanpa substansi. Di satu sisi budaya audio visual itu terlalu cepat saat budaya literasi tidak mapan. Itu makin memper lemah minat baca. Solusinya adalah dari keluarga menanamkan cara membaca di rumah.

11. Bagaimana dengan penulis muda yang bermunculan?
Saya melihat sebagian penulis muda menulis hanya karena ingin dikenal. Karena menjadi orang terkenal itu adalah sebuah godaan yang sangat menggiurkan, kalau tidak kuat iman, menjadi orang terkenal itu bisa opurtinistik. Pada saat menulis semangat yang harus kita bangun yaitu menulis untuk mengisi diri sendiri. Cobalah untuk membuat 30 halaman dulu Kemudian masuk kepada diri sendiri, lalu pada orang lain dan menjustifikasi dengan pemikiran sendiri, menulis kalimat demi kalimat, itu dapat menceritakan siapa anda. Mengikuti lika-likunya cerita dan anda melihat gambaran seutuhnya karena pada saat itu anda telah menjai diri sendiri. Itulah esensi dari menulis. Jadi ketika anda menulis untuk menjadi terkenal, maka yang jadi tujuan agar buku yang ditulis laku di pasaran. Jadilah diri sendiri, kemudian menulis untuk substansi yang lebih luas. Bukan untuk sekadar pertimbangan industri. Misalnya menulis untuk buruh, tentang substansi pendidikan, substansi hak asasi manusia, tentang substansi penghormatan pada perempuan.

12. Nah, setelah membuat buku apa yang jadi progres sekarang?
Mengenai laskar pelangi, saya sangat tertarik dengan filmnya. Makanya buku ke empat juga belum selesai. Soalnya saat ini fokus pada film. Buku ini juga akan terbit di Eropa dan Amerika dalam bahasa inggris. Penerbitan di luar negeri makin membuat saya lebih tertantang. Saya merasa sangat senang, bukan karena motif best seller dan segala macamnya. Tapi buku ini mampu menceritakan kisah tentang kampung dan sebuah sekolah tua dengan seorang guru. Itu bukan tema yang populer, tapi bisa diterima oleh masyarakat.

13. Setelah masyarakat membaca, apakah laskar pelangi punya pengaruh?
Oh jelas, sekarang wartawan banyak yang datang dan mencari tokoh dalam kisah ini. Dan Ibu Muslimah, 11 November 2007 ini akan mendapat penghargaan nasional Aisiyah Award dari PP Muhamadiyah karena pengabdiannya. Selain itu, di kampung saya rencana untuk membuat learning centre mulai mengemuka dan mendapat respon. Saya pikir jika tiap orang terhinakan, terabaikan demikian lama. Namun kebenaran akan muncul, dan saya senang menjadi orang yang mengangkat kebenaran itu.



14. Harapan terhadap penulis muda?
Saya berharap akan banyak penulis yang menulis buku dengan genre semacam ini, tidak hanya saya. Semoga ada buku yang jauh lebih bagus dari penulis muda. Selain itu juga menulis buku-buku dengan tema-tema pendidikan. Pendidikan yang membebaskan.

0 comments:

Post a Comment

ISI APA ADANYA

 

© Copyright berandamao . All Rights Reserved.

Powered By Blogger Thanks to Blogger Templates | punta cana dominican republic